Minggu, 21 November 2010

Etika Dalam Akuntansi Tugas 3

Nama : Rizzky Yanuar Setiyawan
NPM : 20207971
Tugas : Etika Profesi Akuntansi

3. Etika Dalam Akuntansi
• Pengertian
Etika dalam akuntansi (creative accounting, fraud auditing/accounting, dll) Dalam akuntansi, dikenal dua jenis kesalahan yaitu kekeliruan ( error ) dan kecurangan (fraud). Kedua jenis kesalahan ini dapat bersifat material dan non material. Perbedaan antara kedua jenis kesalahan ini hanya dibedakan oleh jurang yang sangat tipis, yaitu ada atau tidaknya unsur kesengajaan. Untuk itu dibutuhkan keahlian profesional untuk bisa membedakan antara kedua jenis kesalahan tersebut. Standarpun mengenali bahwa sering kali mendeteksi kecurangan lebih sulit dibandingkan dengan kekeliruan karena pihak manajemen atau karyawan akan berusaha menyembunyikan kecurangan itu. Fraud merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak didalam maupun luar organisasi, dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok yang secara langsung merugikan orang lain. Secara umum fraud terdiri dari dua golongan, yaitu pengelapan aktiva ( misapporopriation ) dan kecurangan pelaporan keuangan (fraudulen financial reporting).
Manajemen berada pada posisi yang dapat membuat keputusan akuntansi dan pelaporan tanpa sepengetahuan para karyawan. Sedangkan menurut Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) kecurangan laporan keuangan merupakan salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabuhi pemakai laporan keuangan. Kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut tindakan seperti sebagai berikut :
1. Manipulasi, pemalsuan atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan.
2. Representasi yang salah dalam atau penghilangan dari laporan keuangan peristiwa, transaksi, atau informasi signifikan.
3. Salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan.
Adapun klasifikasi tindakan yang meliputi kecurangan laporan keuangan adalah sebagai berikut : Pertama, sengaja distorsi laporan keuangan sebagai alat untuk bertindak curang dengan mengecoh pemakai atau kelompoknya tentang hasil usaha perusahaan. Dalam hal ini yang menerima keuntungan langsung adalah pihak perusahaan atau pelaku kecurangan.
Adapun tujuan khusus dari tindakan ini adalah :
a. Mendapatkan kredit, modal jangka panjang, atau tambahan modal investasi berdasarkan informasi keuangan yang di distorsi atau dihapus.
b. Menyembuyikan kinerja tidak baik dari perusahaan.
c. Mneghapus hutang pajak.
d. Manipulasi harga saham.
e. Menyembunyikan kinerja tidak baik oleh manajemen.
INnternal Auditor : Preventor & Detector Of Fraud Institute of Internal Auditing (IIA) mendefinisikan internal auditing sebagai aktivitas pemberian keyakinan serta konsultasi yang independen dan obyektif, yang dirancang untuk menambah nilai dan memperbaiki operasi organisasi. Definisi lain mengatakan internal auditing sebagai suatu penilaian yang dilakukan oleh pegawai perusahaan yang terlatih terhadap ketelitian dan efisiensi catatan-catatan (akuntansi) perusahan serta pengendalian internal yang terdapat dalam perusahaa. Tujuannya adalah membantu manajemen dalam pelaksanaan tanggungjawabnya dengan memberikan analisa, penilaian, saran dan komentar mengenai kegiatan yang diaudit. Awalnya auditing internal dimulai sebagai fungsi klerikal yang dilakukan oleh satu orang secara independen. Namun saat ini, auditing internal berevolusi menjadi aktivitas yang profesional. Perubahan ini mengakibatkan mulai munculnya departemen auditing internal dan tanggung jawab pelaporan langsung kepada dewan komisaris dan komite audit. Karyawan yang diberi kepercayaan untuk melaksanakan fungsi auditing internal disebut dengan internal auditor. Mereka bertanggung jawab kepada dewan komisaris, komite audit dan manajemen perusahaan.
Berikut kegiatan yang dilakukan oleh internal auditor :
1. Menelaah dan menilai kebaikan, memadai atau tidaknya penerapan sistem pengendalian manajemen, struktur pengendalian internal, dan pengendalian operasional lainnya serta mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang tidak terlalu mahal.
2. Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan manajemen.
3. Memastikan seberpa jauh harta perusahaan dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari kemungkinan terjadinya segala bentuk pencurian, kecurangan dan penyalahgunaan.
4. Memastikan bahwa pengelolaan data yang dikembangkan dalam organisasi dapat dipercaya.
5. Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh manajemen.
6. Menyarankan perbaikan – perbaikan operasional dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas.
Creative Accounting adalah semua proses dimana beberapa pihak menggunakan kemampuan pemahaman pengetahuan akuntansi (termasuk di dalamnya standar, teknik, dll) dan menggunakannya untuk memanipulasi pelaporan keuangan (Amat, Blake dan Dowd, 1999). Pihak-pihak yang terlibat di dalam proses creative accounting, seperti manajer, akuntan (sepengetahuan saya jarang sekali ditemukan kasus yang melibatkan akuntan dalam proses creative accounting karena profesi ini terikat dengan aturan-aturan profesi), pemerintah, asosiasi industri, dll. Creative accounting melibatkan begitu banyak manipulasi, penipuan, penyajian laporan keuangan yang tidak benar, seperti permainan pembukuan (memilih penggunaan metode alokasi, mempercepat atan menunda pengakuan atas suatu transasksi dalam suatu periode ke periode yang lain).

sumber ; www.google.com

Etika Dalam Akuntansi Tugas 3

Nama : Rizzky Yanuar Setiyawan
NPM : 20207971
Tugas : Etika Profesi Akuntansi

3. Etika Dalam Akuntansi
• Pengertian
Etika dalam akuntansi (creative accounting, fraud auditing/accounting, dll) Dalam akuntansi, dikenal dua jenis kesalahan yaitu kekeliruan ( error ) dan kecurangan (fraud). Kedua jenis kesalahan ini dapat bersifat material dan non material. Perbedaan antara kedua jenis kesalahan ini hanya dibedakan oleh jurang yang sangat tipis, yaitu ada atau tidaknya unsur kesengajaan. Untuk itu dibutuhkan keahlian profesional untuk bisa membedakan antara kedua jenis kesalahan tersebut. Standarpun mengenali bahwa sering kali mendeteksi kecurangan lebih sulit dibandingkan dengan kekeliruan karena pihak manajemen atau karyawan akan berusaha menyembunyikan kecurangan itu. Fraud merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak didalam maupun luar organisasi, dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok yang secara langsung merugikan orang lain. Secara umum fraud terdiri dari dua golongan, yaitu pengelapan aktiva ( misapporopriation ) dan kecurangan pelaporan keuangan (fraudulen financial reporting).
Manajemen berada pada posisi yang dapat membuat keputusan akuntansi dan pelaporan tanpa sepengetahuan para karyawan. Sedangkan menurut Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) kecurangan laporan keuangan merupakan salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabuhi pemakai laporan keuangan. Kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut tindakan seperti sebagai berikut :
1. Manipulasi, pemalsuan atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan.
2. Representasi yang salah dalam atau penghilangan dari laporan keuangan peristiwa, transaksi, atau informasi signifikan.
3. Salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan.
Adapun klasifikasi tindakan yang meliputi kecurangan laporan keuangan adalah sebagai berikut : Pertama, sengaja distorsi laporan keuangan sebagai alat untuk bertindak curang dengan mengecoh pemakai atau kelompoknya tentang hasil usaha perusahaan. Dalam hal ini yang menerima keuntungan langsung adalah pihak perusahaan atau pelaku kecurangan.
Adapun tujuan khusus dari tindakan ini adalah :
a. Mendapatkan kredit, modal jangka panjang, atau tambahan modal investasi berdasarkan informasi keuangan yang di distorsi atau dihapus.
b. Menyembuyikan kinerja tidak baik dari perusahaan.
c. Mneghapus hutang pajak.
d. Manipulasi harga saham.
e. Menyembunyikan kinerja tidak baik oleh manajemen.
INnternal Auditor : Preventor & Detector Of Fraud Institute of Internal Auditing (IIA) mendefinisikan internal auditing sebagai aktivitas pemberian keyakinan serta konsultasi yang independen dan obyektif, yang dirancang untuk menambah nilai dan memperbaiki operasi organisasi. Definisi lain mengatakan internal auditing sebagai suatu penilaian yang dilakukan oleh pegawai perusahaan yang terlatih terhadap ketelitian dan efisiensi catatan-catatan (akuntansi) perusahan serta pengendalian internal yang terdapat dalam perusahaa. Tujuannya adalah membantu manajemen dalam pelaksanaan tanggungjawabnya dengan memberikan analisa, penilaian, saran dan komentar mengenai kegiatan yang diaudit. Awalnya auditing internal dimulai sebagai fungsi klerikal yang dilakukan oleh satu orang secara independen. Namun saat ini, auditing internal berevolusi menjadi aktivitas yang profesional. Perubahan ini mengakibatkan mulai munculnya departemen auditing internal dan tanggung jawab pelaporan langsung kepada dewan komisaris dan komite audit. Karyawan yang diberi kepercayaan untuk melaksanakan fungsi auditing internal disebut dengan internal auditor. Mereka bertanggung jawab kepada dewan komisaris, komite audit dan manajemen perusahaan.
Berikut kegiatan yang dilakukan oleh internal auditor :
1. Menelaah dan menilai kebaikan, memadai atau tidaknya penerapan sistem pengendalian manajemen, struktur pengendalian internal, dan pengendalian operasional lainnya serta mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang tidak terlalu mahal.
2. Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan manajemen.
3. Memastikan seberpa jauh harta perusahaan dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari kemungkinan terjadinya segala bentuk pencurian, kecurangan dan penyalahgunaan.
4. Memastikan bahwa pengelolaan data yang dikembangkan dalam organisasi dapat dipercaya.
5. Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh manajemen.
6. Menyarankan perbaikan – perbaikan operasional dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas.
Creative Accounting adalah semua proses dimana beberapa pihak menggunakan kemampuan pemahaman pengetahuan akuntansi (termasuk di dalamnya standar, teknik, dll) dan menggunakannya untuk memanipulasi pelaporan keuangan (Amat, Blake dan Dowd, 1999). Pihak-pihak yang terlibat di dalam proses creative accounting, seperti manajer, akuntan (sepengetahuan saya jarang sekali ditemukan kasus yang melibatkan akuntan dalam proses creative accounting karena profesi ini terikat dengan aturan-aturan profesi), pemerintah, asosiasi industri, dll. Creative accounting melibatkan begitu banyak manipulasi, penipuan, penyajian laporan keuangan yang tidak benar, seperti permainan pembukuan (memilih penggunaan metode alokasi, mempercepat atan menunda pengakuan atas suatu transasksi dalam suatu periode ke periode yang lain).

Etika Dalam Auditing Tugas 4

Nama : Rizzky Yanuar Setiyawan
NPM : 20207971
Tugas : Etika Profesi Akuntansi


4. Etika Dalam Auditing

• Macam-macam Etika Auditing

a. Indenpendensi

 Independensi dalam Audit : sudut pandang yang tidak bias dalam melakukan ujian audit, mengevaluasi hasilnya dan membuat laporan audit
 Independensi dalam fakta : Auditor benar-benar mempertahankan perilaku yang tidak bias (independen) disepanjang audit
 Independensi dalam penampilan : Pemakai laporan keuangan memiliki kepercayaan atas independensi tsb.
• Revisi dari Persyaratan Independensi Auditor SEC
– Kepentingan Kepemilikan
– TI dan Jasa Non Audit lainnya
• Dewan Standar Independen (Independence Standards Board/ISB)
à memberikan rangka kerja konseptual bagi masalah independensi yang berhubungan dengan audit perusahaan publik
• Komite Audit
à Sejumlah anggota terpilih dari Dewan Direksi yang bertanggungjawab membantu Auditor untuk tetap independen dari manajemen
• Berbelanja untuk Prinsip Akuntansi
• Persetujuan Auditor oleh Pemegang Saham
à Pemilihan KAP baru atau melanjutkan KAP yang ada melalui persetujuan pemegang saham
• Penugasan dan Pembayaran Fee Audit oleh Manajemen
Peraturan Independensi Perilaku dan Interpretasi
• Kepentingan Keuangan
– Anggota yang tercakup
– Kepentingan Keuangan Langsung versus Kepentingan Keuangan Tidak Langsung
– Material atau Tidak Material
• Berbagai Isu Kepentingan Keuangan yang Saling Terkait
– Para mantan praktisi
– Prosedur kredit normal
– Kepentingan keuangan dari keluarga terdekat
– Bersama-sama memiliki hubungan sebagai penanam modal atau penerima modal klien
– Direktur, Pejabat, Manajemen atau Pegawai sebuah perusahaan
• Litigasi antara KAP dan Klien
• Pembukuan dan Jasa Lainnya
• Audit Internal dan Jasa Audit yang Diperluas
• Fee yang Belum Dibayar

b. Tanggung Jawab Auditor
 Perencanaan, Pengendalian dan Pencatatan. Auditor perlu merencanakan, mengendalikan dan mencatat pekerjannya.
 Sistem Akuntansi. Auditor harus mengetahui dengan pasti sistem pencatatan dan pemrosesan transaksi dan menilai kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan keuangan.
 Bukti Audit. Auditor akan memperoleh bukti audit yang relevan dan reliable untuk memberikan kesimpulan rasional.
 Pengendalian Intern. Bila auditor berharap untuk menempatkan kepercayaan pada pengendalian internal, hendaknya memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan compliance test.
 Meninjau Ulang Laporan Keuangan yang Relevan. Auditor melaksanakan tinjau ulang laporan keuangan yang relevan seperlunya, dalam hubungannya dengan kesimpulan yang diambil berdasarkan bukti audit lain yang didapat, dan untuk memberi dasar rasional atas pendapat mengenai laporan keuangan.

c. Opini Auditor
Munawir (1995) terhadap hasil audit memberikan beberapa pendapat sepotong-sepotong auditor, antara lain:
 Pendapat Wajar Tanpa Bersyarat. Pendapat ini hanya dapat diberikan bila auditor berpendapat bahwa berdasarkan audit yang sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan keuangan adalah sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU), tidak terjadi perubahan dalam penerapan prinsip akuntansi (konsisten) dan mengandung penjelasan atau pengungkapan yang memadai sehingga tidak menyesatkan pemakainya, serta tidak terdapat ketidakpastian yang luar biasa (material).
 Pendapat Wajar Dengan Pengecualian. Pendapat ini diberikan apabila auditor menaruh keberatan atau pengecualian bersangkutan dengan kewajaran penyajian laporan keuangan, atau dalam keadaan bahwa laporan keuangan tersebut secara keseluruhan adalah wajar tanpa kecuali untuk hal-hal tertentu akibat faktor tertentu yuang menyebabkan kualifikasi pendapat (satu atau lebih rekening yang tidak wajar).
 Pendapat Tidak Setuju. Adalah suatu pendapat bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar keadaan keuangan dan hasil operasi seperti yang disyaratkan dalam Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU). Hal ini diberikan auditor karena pengecualian atau kualifikasi terhadap kewajaran penyajian bersifat materialnya (terdapat banyak rekening yang tidak wajar).
 Penolakan Memberikan Pendapat. Penolakan memberikan pendapat berarti bahwa laporan audit tidak memuat pendapat auditr. Hal ini bisa diterbitkan apabila: auditor tidak meyakini diri atau ragu akan kewajaran laporan keuangan, auditor hanya mengkompilasi pelaporan keuangan dan bukannya melakukan audit laporan keuangan, auditor berkedudukan tidak independent terhadap pihak yang diauditnya dan adanya kepastian luar biasa yang sangat mempengaruhi kewajaran laporan keuangan.
 Pendapat Sepotong-sepotong. Auditor tidak dapat memberikan pendapat sepotong-sepotong. Hasil auditnya hanya akan memberikan kesimpulan bahwa laporan keuangan yang diaudit secara keseluruhan.

sumber : www.google.com

Etika Bisnis Tugas 2

Nama : Rizzky Yanuar Setiyawan
NPM : 20207971
Tugas : Etika Profesi Akuntansi


2. Etika Bisnis

• Pengertian Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis (Velasquez, 2005).
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain adalah:
1. Pengendalian diri
2. Pengembangan tanggung jawab social (social responsibility)
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
4. Menciptakan persaingan yang sehat
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke bawah
9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hokum positif yang berupa peraturan perundang-undangan


• Perkembangan Etika Bisnis

Berikut perkembangan etika bisnis menurut Bertens (2000):
1. Situasi Dahulu Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2. Masa Peralihan: tahun 1960-an ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
3. Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4. Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
5. Etika Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.




• Penerapan Etika Bisnis
a. Pesan dari Presiden Direktur :
"Dimanapun kita bekerja, kejujuran, integritas, kepercayaan, saling menghargai dan kerjasama selalu menjadi dasar terciptanya dan selalu terjaganya reputasi bisnis yang sehat."
Etika Bisnis terbagi atas :
 Nilai-nilai yang mendasari cara / proses bekerja di Perusahaan
 Visi, misi dan nilai-nilai yang berlaku di Perusahaan yang harus dipelihara dengan selalu mempertahankan standar dalam berperilaku.
 Etika Bisnis sebagai pedoman cara kita berperilaku di Perusahaan
 Tugas apa saja yang harus kita lakukan?
 Tanggung jawab dari kita
 Bagaimana kita harus berperilaku terhadap orang lain?
 Pelaporan kecurangan, perilaku yang tidak jujur atau perilaku yang tidak pada tempatnya
 Kecurangan, korupsi atau transaksi tidak wajar
 Pertentangan kepentingan atau tugas
 Yang harus dilakukan jika timbul pertentangan
 Bolehkah menerima uang, hadiah atau jamuan?
 Menggunakan Aset Perusahaan
 Melakukan Pekerjaan Lain
 Menggunakan Informasi
 Informasi palsu atau menyesatkan
 Memberikan Tanggapan di muka umum
 Catatan dan Laporan Pembukuan
 Undang-Undang dan peraturan lain
 Jika keluar dari Perusahaan
 Pelanggaran atas Etika Bisnis
 Pedoman ini berlaku untuk seluruh direksi dan karyawan serta setiap pihak yang bekerja sama dengan CCBI.

* Persetujuan
 Direktur dan/atau atasan langsung karyawan (dengan jabatan minimal manager) Perusahaan (sesuai dengan tingkatan kasus) harus meninjau dan dapat memberikan persetujuan secara tertulis untuk setiap keadaan yang mensyaratkan ijin khusus.

* Memantau kepatuhan terhadap hukum
 Pengambilan segala langkah yang bertanggung jawab untuk mencegah pelanggaran Etika Bisnis dan Perusahaan akan melakukan upaya-upaya yang diperlukan untuk menjaga kerahasiaan identitas setiap orang yang melaporkan dugaan pelanggaran

* Penyidikan
 National Examiner & Account Receivable Manager dan/atau National Legal Manager and Corporate Secretary akan dilibatkan apabila diperlukan dalam proses penyidikan. Mereka akan bekerja sama dengan direktur atau manager dari karyawan yang melakukan pelanggaran untuk memberikan saran mengenai tindakan perbaikan dan disipliner.

* Tindakan disipliner
 Metode penanganan pelanggaran Etika Bisnis.

* Tandatangan dan pernyataan menerima Etika Bisnis
 Setiap direktur, karyawan dan pihak ketiga yang bekerjasama dengan Perusahaan harus menandatangani formulir pernyataan penerima yang menegaskan bahwa mereka telah membaca Pedoman Tata Cara Etika Bisnis dan memahami ketentuannya

sumber : www.google.com

Tugas Etika Profesi Akuntansi 1

Nama : Rizzky Yanuar Setiyawan
NPM : 20207971
Tugas : Etika Profesi Akuntansi


1. GCG ( Good Corporate Governance )

• Pengertian Good Corporate Governance (GCG)
Sebagai sebuah konsep, GCG ternyata tak memiliki definisi tunggal. Komite Cadburry, misalnya, pada tahun 1992 - melalui apa yang dikenal dengan sebutan Cadburry Report - mengeluarkan definisi tersendiri tentang GCG. Menurut Komite Cadburry, GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholders khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan pengaturan kewenangan Direktur, manajer, pemegang saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.
Center for European Policy Studies (CEPS), punya formula lain. GCG, papar pusat studi ini, merupakan seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak (right), proses, serta pengendalian, baik yang ada di dalam maupun di luar manajemen perusahaan. Sebagai catatan, hak di sini adalah hak seluruh stakeholders, bukan terbatas kepada shareholders saja. Hak adalah berbagai kekuatan yang dimiliki stakeholders secara individual untuk mempengaruhi manajemen. Proses, maksudnya adalah mekanisme dari hak-hak tersebut. Adapun pengendalian merupakan mekanisme yang memungkinkan stakeholders menerima informasi yang diperlukan seputar aneka kegiatan perusahaan.
Sejumlah negara juga mempunyai definisi tersendiri tentang GCG. Beberapa negara mendefinisikannya dengan pengertian yang agak mirip walaupun ada sedikit perbedaan istilah. Kelompok negara maju (OECD), umpamanya mendefinisikan GCG sebagai cara-cara manajemen perusahaan bertanggung jawab pada shareholder-nya. Para pengambil keputusan di perusahaan haruslah dapat dipertanggungjawabkan, dan keputusan tersebut mampu memberikan nilai tambah bagi shareholders lainnya. Karena itu fokus utama di sini terkait dengan proses pengambilan keputusan dari perusahaan yang mengandung nilai-nilai transparency, responsibility, accountability, dan tentu saja fairness.
Sementara itu, ADB (Asian Development Bank) menjelaskan bahwa GCG mengandung empat nilai utama yaitu: Accountability, Transparency, Predictability dan Participation. Pengertian lain datang dari Finance Committee on Corporate Governance Malaysia. Menurut lembaga tersebut GCG merupakan suatu proses serta struktur yang digunakan untuk mengarahkan sekaligus mengelola bisnis dan urusan perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan. Adapun tujuan akhirnya adalah menaikkan nilai saham dalam jangka panjang tetapi tetap memperhatikan berbagai kepentingan para stakeholder lainnya.
Lantas bagaimana dengan definisi GCG di Indonesia? Di tanah air, secara harfiah, governance kerap diterjemahkan sebagai “pengaturan.” Adapun dalam konteks GCG, governance sering juga disebut “tata pamong”, atau penadbiran - yang terakhir ini, bagi orang awam masih terdengar janggal di telinga. Maklum, istilah itu berasal dari Melayu. Namun tampaknya secara umum di kalangan pebisnis, istilah GCG diartikan tata kelola perusahaan, meskipun masih rancu dengan terminologi manajemen. Masih diperlukan kajian untuk mencari istilah yang tepat dalam bahasan Indonesia yang benar.
Kemudian, “GCG” ini didefinisikan sebagai suatu pola hubungan, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan (BOD, BOC, RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance merupakan:
1. Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan Para Stakeholder lainnya.
2. Suatu sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang: pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan.
3. Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut pengukuran kinerjanya.

• Empat Prinsip Utama Corporate Governance
Setelah definisi serta aspek penting GCG terpaparkan di atas, maka berikut adalah prinsip yang dikandung dalam GCG. Di sini secara umum ada empat prinsip utama yaitu: fairness, transparency, accountability, dan responsibility.
1. Fairness (Kewajaran)
Secara sederhana kewajaran (fairness) bisa didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.
Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum dan penegakan peraturan untuk melindungi hak-hak investor - khususnya pemegang saham minoritas - dari berbagai bentuk kecurangan. Bentuk kecurangan ini bisa berupa insider trading (transaksi yang melibatkan informasi orang dalam), fraud (penipuan), dilusi saham (nilai perusahaan berkurang), KKN, atau keputusan-keputusan yang dapat merugikan seperti pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan, penerbitan saham baru, merger, akuisisi, atau pengambil-alihan perusahaan lain.
Biasanya, penyakit yang timbul dalam praktek pengelolaan perusahaan, berasal dari benturan kepentingan. Baik perbedaan kepentingan antara manajemen (Dewan Komisaris dan Direksi) dengan pemegang saham, maupun antara pemegang saham pengendali (pemegang saham pendiri, di Indonesia biasanya mayoritas) dengan pemegang saham minoritas (pada perusahaan publik biasanya pemegang saham publik). Di tengah situasi seperti ini, lewat prinsip fairness, ada beberapa manfaat yang diharapkan bisa dipetik. Apa saja manfaat itu?
Fairness diharapkan membuat seluruh aset perusahaan dikelola secara baik dan prudent (hati-hati), sehingga muncul perlindungan kepentingan pemegang saham secara fair (jujur dan adil). Fairness juga diharapkan memberi perlindungan kepada perusahaan terhadap praktek korporasi yang merugikan seperti disebutkan di atas. Pendek kata, fairness menjadi jiwa untuk memonitor dan menjamin perlakuan yang adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan.
Namun seperti halnya sebuah prinsip, fairness memerlukan syarat agar bisa diberlakukan secara efektif. Syarat itu berupa peraturan dan perundang-undangan yang jelas, tegas, konsisten dan dapat ditegakkan secara baik serta efektif. Hal ini dinilai penting karena akan menjadi penjamin adanya perlindungan atas hak-hak pemegang saham manapun, tanpa ada pengecualian. Peraturan perundang-undangan ini harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menghindari penyalahgunaan lembaga peradilan (litigation abuse). Di antara (litigation abuse) ini adalah penyalahgunaan ketidakefisienan lembaga peradilan dalam mengambil keputusan sehingga pihak yang tidak beritikad baik mengulur-ngulur waktu kewajiban yang harus dibayarkannya atau bahkan dapat terbebas dari kewajiban yang harus dibayarkannya.
2. Transparency (Keterbukaan Informasi)
Transparansi bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.
Perbincangan prinsip ini sendiri sangatlah menarik. Pasalnya, isu yang sering mencuat adalah pertentangan dalam menjalankan prinsip ini. Semisal, adanya kekhawatiran perusahaan bahwa jika ia terlalu terbuka, maka strateginya dapat diketahui pesaing sehingga membahayakan kelangsungan usahanya. Wajarkah kekhawatiran seperti itu?
Menurut peraturan di pasar modal Indonesia, yang dimaksud informasi material dan relevan adalah informasi yang dapat mempengaruhi naik turunnya harga saham perusahaan tersebut, atau yang mempengaruhi secara signifikan risiko serta prospek usaha perusahaan yang bersangkutan. Mengingat definisi ini sangat normatif maka perlu ada penjelasan operasionalnya di tiap perusahaan. Karenanya, kekhawatiran di atas, sebetulnya tidak perlu muncul jika kita mampu menjabarkan kriteria informasi material secara spesifik bagi masing-masing perusahaan.
Dalam mewujudkan transparansi ini sendiri, perusahaan harus menyediakan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut. Setiap perusahaan, diharapkan pula dapat mempublikasikan informasi keuangan serta informasi lainnya yang material dan berdampak signifikan pada kinerja perusahaan secara akurat dan tepat waktu. Selain itu, para investor harus dapat mengakses informasi penting perusahaan secara mudah pada saat diperlukan.
Ada banyak manfaat yang bisa dipetik dari penerapan prinsip ini. Salah satunya, stakeholder dapat mengetahui risiko yang mungkin terjadi dalam melakukan transaksi dengan perusahaan. Kemudian, karena adanya informasi kinerja perusahaan yang diungkap secara akurat, tepat waktu, jelas, konsisten, dan dapat diperbandingkan, maka dimungkinkan terjadinya efisiensi pasar. Selanjutnya, jika prinsip transparansi dilaksanakan dengan baik dan tepat, akan dimungkinkan terhindarnya benturan kepentingan (conflict of interest) berbagai pihak dalam manajemen.


3. Accountability (Dapat Dipertanggungjawabkan)
Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertangungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
Masalah yang sering ditemukan di perusahaan-perusahaan Indonesia adalah mandulnya fungsi pengawasan Dewan Komisaris. Atau justru sebaliknya, Komisaris Utama mengambil peran berikut wewenang yang seharusnya dijalankan direksi. Padahal, diperlukan kejelasan tugas serta fungsi organ perusahaan agar tercipta suatu mekanisme pengecekan dan perimbangan dalam mengelola perusahaan.
Kewajiban untuk memiliki Komisaris Independen dan Komite Audit sebagaimana yang ditetapkan oleh Bursa Efek Jakarta, merupakan salah implementasi prinsip ini. Tepatnya, berupaya memberdayakan fungsi pengawasan Dewan Komisaris. Beberapa bentuk implementasi lain dari prinsip accountability antara lain:

a. Praktek Audit Internal yang Efektif, serta
b. Kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang dan tanggung jawab dalam anggaran dasar perusahaan dan Statement of Corporate Intent (Target Pencapaian Perusahaan di masa depan)

Bila prinsip accountability ini diterapkan secara efektif, maka ada kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab antara pemegang saham, dewan komisaris, serta direksi. Dengan adanya kejelasan inilah maka perusahaan akan terhindar dari kondisi agency problem (benturan kepentingan peran).
4. Responsibility (Pertanggungjawaban)
Pertanggungjawaban perusahaan adalah kesesuaian (patuh) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan yang berlaku di sini termasuk yang berkaitan dengan masalah pajak, hubungan industrial, perlindungan lingkungan hidup, kesehatan/ keselamatan kerja, standar penggajian, dan persaingan yang sehat.
Beberapa contoh mengenai hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

- Kebijakan sebuah perusahaan makanan untuk mendapat sertifikat “HALAL”. Ini merupakan bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat. Lewat sertifikat ini, dari sisi konsumen, mereka akan merasa yakin bahwa makanan yang dikonsumsinya itu halal dan tidak merasa dibohongi perusahaan. Dari sisi Pemerintah, perusahaan telah mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku (Peraturan Perlindungan Konsumen). Dari sisi perusahaan, kebijakan tersebut akan menjamin loyalitas konsumen sehingga kelangsungan usaha, pertumbuhan, dan kemampuan mencetak laba lebih terjamin, yang pada akhirnya memberi manfaat maksimal bagi pemegang saham.
- Kebijakan perusahaan mengelola limbah sebelum dibuang ke tempat umum. Ini juga merupakan pertanggungjawaban kepada publik. Dari sisi masyarakat, kebijakan ini menjamin mereka untuk hidup layak tanpa merasa terancam kesehatannya tercemar. Demikian pula dari sisi Pemerintah, perusahaan memenuhi peraturan perundang-undangan lingkungan hidup. Sebaliknya dari sisi perusahaan, kebijakan tersebut merupakan bentuk jaminan kelangsungan usaha karena akan mendapat dukungan pengamanan dari masyarakat sekitar lingkungan.

Penerapan prinsip ini diharapkan membuat perusahaan menyadari bahwa dalam kegiatan operasionalnya seringkali ia menghasilkan eksternalitas (dampak luar kegiatan perusahaan) negatif yang harus ditanggung oleh masyarakat. Di luar hal itu, lewat prinsip responsibility ini juga diharapkan membantu peran pemerintah dalam mengurangi kesenjangan pendapatan dan kesempatan kerja pada segmen masyarakat yang belum mendapatkan manfaat dari mekanisme pasar.

• Manfaat GCG, antara lain :
1. Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung pemegang saham sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen. Biaya-biaya ini dapat berupa kerugian yang diderita perusahaan sebagai akibat penyalahgunaan wewenang (wrong-doing), ataupun berupa biaya pengawasan yang timbul untuk mencegah terjadinya hal tersebut.
2. Mengurangi biaya modal (cost of capital), yaitu sebagai dampak dari pengelolaan perusahaan yang baik tadi menyebabkan tingkat bunga atas dana atau sumber daya yang dipinjam oleh perusahaan semakin kecil seiring dengan turunnya tingkat resiko perusahaan.
3. Meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan citra perusahaan tersebut kepada publik luas dalam jangka panjang.
4. Menciptakan dukungan para stakeholder (para pihak yang berkepentingan) dalam lingkungan perusahaan tersebut terhadap keberadaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan, karena umumnya mereka mendapat jaminan bahwa mereka juga mendapat manfaat maksimal dari segala tindakan dan operasi perusahaan dalam menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan.

Manfaat GCG ini bukan hanya untuk saat ini, tetapi juga dalam jangka panjang dapat menjadi pilar utama pendukung tumbuh kembangnya perusahaan sekaligus pilar pemenang era persaingan global.
Akan tetapi, keberhasilan penerapan GCG juga memiliki prasyarat tersendiri. Di sini, ada dua faktor yang memegang peranan, faktor eksternal dan internal.

sumber : www.google.com