Minggu, 21 November 2010

Etika Dalam Akuntansi Tugas 3

Nama : Rizzky Yanuar Setiyawan
NPM : 20207971
Tugas : Etika Profesi Akuntansi

3. Etika Dalam Akuntansi
• Pengertian
Etika dalam akuntansi (creative accounting, fraud auditing/accounting, dll) Dalam akuntansi, dikenal dua jenis kesalahan yaitu kekeliruan ( error ) dan kecurangan (fraud). Kedua jenis kesalahan ini dapat bersifat material dan non material. Perbedaan antara kedua jenis kesalahan ini hanya dibedakan oleh jurang yang sangat tipis, yaitu ada atau tidaknya unsur kesengajaan. Untuk itu dibutuhkan keahlian profesional untuk bisa membedakan antara kedua jenis kesalahan tersebut. Standarpun mengenali bahwa sering kali mendeteksi kecurangan lebih sulit dibandingkan dengan kekeliruan karena pihak manajemen atau karyawan akan berusaha menyembunyikan kecurangan itu. Fraud merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak didalam maupun luar organisasi, dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok yang secara langsung merugikan orang lain. Secara umum fraud terdiri dari dua golongan, yaitu pengelapan aktiva ( misapporopriation ) dan kecurangan pelaporan keuangan (fraudulen financial reporting).
Manajemen berada pada posisi yang dapat membuat keputusan akuntansi dan pelaporan tanpa sepengetahuan para karyawan. Sedangkan menurut Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) kecurangan laporan keuangan merupakan salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabuhi pemakai laporan keuangan. Kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut tindakan seperti sebagai berikut :
1. Manipulasi, pemalsuan atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan.
2. Representasi yang salah dalam atau penghilangan dari laporan keuangan peristiwa, transaksi, atau informasi signifikan.
3. Salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan.
Adapun klasifikasi tindakan yang meliputi kecurangan laporan keuangan adalah sebagai berikut : Pertama, sengaja distorsi laporan keuangan sebagai alat untuk bertindak curang dengan mengecoh pemakai atau kelompoknya tentang hasil usaha perusahaan. Dalam hal ini yang menerima keuntungan langsung adalah pihak perusahaan atau pelaku kecurangan.
Adapun tujuan khusus dari tindakan ini adalah :
a. Mendapatkan kredit, modal jangka panjang, atau tambahan modal investasi berdasarkan informasi keuangan yang di distorsi atau dihapus.
b. Menyembuyikan kinerja tidak baik dari perusahaan.
c. Mneghapus hutang pajak.
d. Manipulasi harga saham.
e. Menyembunyikan kinerja tidak baik oleh manajemen.
INnternal Auditor : Preventor & Detector Of Fraud Institute of Internal Auditing (IIA) mendefinisikan internal auditing sebagai aktivitas pemberian keyakinan serta konsultasi yang independen dan obyektif, yang dirancang untuk menambah nilai dan memperbaiki operasi organisasi. Definisi lain mengatakan internal auditing sebagai suatu penilaian yang dilakukan oleh pegawai perusahaan yang terlatih terhadap ketelitian dan efisiensi catatan-catatan (akuntansi) perusahan serta pengendalian internal yang terdapat dalam perusahaa. Tujuannya adalah membantu manajemen dalam pelaksanaan tanggungjawabnya dengan memberikan analisa, penilaian, saran dan komentar mengenai kegiatan yang diaudit. Awalnya auditing internal dimulai sebagai fungsi klerikal yang dilakukan oleh satu orang secara independen. Namun saat ini, auditing internal berevolusi menjadi aktivitas yang profesional. Perubahan ini mengakibatkan mulai munculnya departemen auditing internal dan tanggung jawab pelaporan langsung kepada dewan komisaris dan komite audit. Karyawan yang diberi kepercayaan untuk melaksanakan fungsi auditing internal disebut dengan internal auditor. Mereka bertanggung jawab kepada dewan komisaris, komite audit dan manajemen perusahaan.
Berikut kegiatan yang dilakukan oleh internal auditor :
1. Menelaah dan menilai kebaikan, memadai atau tidaknya penerapan sistem pengendalian manajemen, struktur pengendalian internal, dan pengendalian operasional lainnya serta mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang tidak terlalu mahal.
2. Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan manajemen.
3. Memastikan seberpa jauh harta perusahaan dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari kemungkinan terjadinya segala bentuk pencurian, kecurangan dan penyalahgunaan.
4. Memastikan bahwa pengelolaan data yang dikembangkan dalam organisasi dapat dipercaya.
5. Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh manajemen.
6. Menyarankan perbaikan – perbaikan operasional dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas.
Creative Accounting adalah semua proses dimana beberapa pihak menggunakan kemampuan pemahaman pengetahuan akuntansi (termasuk di dalamnya standar, teknik, dll) dan menggunakannya untuk memanipulasi pelaporan keuangan (Amat, Blake dan Dowd, 1999). Pihak-pihak yang terlibat di dalam proses creative accounting, seperti manajer, akuntan (sepengetahuan saya jarang sekali ditemukan kasus yang melibatkan akuntan dalam proses creative accounting karena profesi ini terikat dengan aturan-aturan profesi), pemerintah, asosiasi industri, dll. Creative accounting melibatkan begitu banyak manipulasi, penipuan, penyajian laporan keuangan yang tidak benar, seperti permainan pembukuan (memilih penggunaan metode alokasi, mempercepat atan menunda pengakuan atas suatu transasksi dalam suatu periode ke periode yang lain).

sumber ; www.google.com

Etika Dalam Akuntansi Tugas 3

Nama : Rizzky Yanuar Setiyawan
NPM : 20207971
Tugas : Etika Profesi Akuntansi

3. Etika Dalam Akuntansi
• Pengertian
Etika dalam akuntansi (creative accounting, fraud auditing/accounting, dll) Dalam akuntansi, dikenal dua jenis kesalahan yaitu kekeliruan ( error ) dan kecurangan (fraud). Kedua jenis kesalahan ini dapat bersifat material dan non material. Perbedaan antara kedua jenis kesalahan ini hanya dibedakan oleh jurang yang sangat tipis, yaitu ada atau tidaknya unsur kesengajaan. Untuk itu dibutuhkan keahlian profesional untuk bisa membedakan antara kedua jenis kesalahan tersebut. Standarpun mengenali bahwa sering kali mendeteksi kecurangan lebih sulit dibandingkan dengan kekeliruan karena pihak manajemen atau karyawan akan berusaha menyembunyikan kecurangan itu. Fraud merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak didalam maupun luar organisasi, dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok yang secara langsung merugikan orang lain. Secara umum fraud terdiri dari dua golongan, yaitu pengelapan aktiva ( misapporopriation ) dan kecurangan pelaporan keuangan (fraudulen financial reporting).
Manajemen berada pada posisi yang dapat membuat keputusan akuntansi dan pelaporan tanpa sepengetahuan para karyawan. Sedangkan menurut Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) kecurangan laporan keuangan merupakan salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabuhi pemakai laporan keuangan. Kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut tindakan seperti sebagai berikut :
1. Manipulasi, pemalsuan atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan.
2. Representasi yang salah dalam atau penghilangan dari laporan keuangan peristiwa, transaksi, atau informasi signifikan.
3. Salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan.
Adapun klasifikasi tindakan yang meliputi kecurangan laporan keuangan adalah sebagai berikut : Pertama, sengaja distorsi laporan keuangan sebagai alat untuk bertindak curang dengan mengecoh pemakai atau kelompoknya tentang hasil usaha perusahaan. Dalam hal ini yang menerima keuntungan langsung adalah pihak perusahaan atau pelaku kecurangan.
Adapun tujuan khusus dari tindakan ini adalah :
a. Mendapatkan kredit, modal jangka panjang, atau tambahan modal investasi berdasarkan informasi keuangan yang di distorsi atau dihapus.
b. Menyembuyikan kinerja tidak baik dari perusahaan.
c. Mneghapus hutang pajak.
d. Manipulasi harga saham.
e. Menyembunyikan kinerja tidak baik oleh manajemen.
INnternal Auditor : Preventor & Detector Of Fraud Institute of Internal Auditing (IIA) mendefinisikan internal auditing sebagai aktivitas pemberian keyakinan serta konsultasi yang independen dan obyektif, yang dirancang untuk menambah nilai dan memperbaiki operasi organisasi. Definisi lain mengatakan internal auditing sebagai suatu penilaian yang dilakukan oleh pegawai perusahaan yang terlatih terhadap ketelitian dan efisiensi catatan-catatan (akuntansi) perusahan serta pengendalian internal yang terdapat dalam perusahaa. Tujuannya adalah membantu manajemen dalam pelaksanaan tanggungjawabnya dengan memberikan analisa, penilaian, saran dan komentar mengenai kegiatan yang diaudit. Awalnya auditing internal dimulai sebagai fungsi klerikal yang dilakukan oleh satu orang secara independen. Namun saat ini, auditing internal berevolusi menjadi aktivitas yang profesional. Perubahan ini mengakibatkan mulai munculnya departemen auditing internal dan tanggung jawab pelaporan langsung kepada dewan komisaris dan komite audit. Karyawan yang diberi kepercayaan untuk melaksanakan fungsi auditing internal disebut dengan internal auditor. Mereka bertanggung jawab kepada dewan komisaris, komite audit dan manajemen perusahaan.
Berikut kegiatan yang dilakukan oleh internal auditor :
1. Menelaah dan menilai kebaikan, memadai atau tidaknya penerapan sistem pengendalian manajemen, struktur pengendalian internal, dan pengendalian operasional lainnya serta mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang tidak terlalu mahal.
2. Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan manajemen.
3. Memastikan seberpa jauh harta perusahaan dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari kemungkinan terjadinya segala bentuk pencurian, kecurangan dan penyalahgunaan.
4. Memastikan bahwa pengelolaan data yang dikembangkan dalam organisasi dapat dipercaya.
5. Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh manajemen.
6. Menyarankan perbaikan – perbaikan operasional dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas.
Creative Accounting adalah semua proses dimana beberapa pihak menggunakan kemampuan pemahaman pengetahuan akuntansi (termasuk di dalamnya standar, teknik, dll) dan menggunakannya untuk memanipulasi pelaporan keuangan (Amat, Blake dan Dowd, 1999). Pihak-pihak yang terlibat di dalam proses creative accounting, seperti manajer, akuntan (sepengetahuan saya jarang sekali ditemukan kasus yang melibatkan akuntan dalam proses creative accounting karena profesi ini terikat dengan aturan-aturan profesi), pemerintah, asosiasi industri, dll. Creative accounting melibatkan begitu banyak manipulasi, penipuan, penyajian laporan keuangan yang tidak benar, seperti permainan pembukuan (memilih penggunaan metode alokasi, mempercepat atan menunda pengakuan atas suatu transasksi dalam suatu periode ke periode yang lain).

Etika Dalam Auditing Tugas 4

Nama : Rizzky Yanuar Setiyawan
NPM : 20207971
Tugas : Etika Profesi Akuntansi


4. Etika Dalam Auditing

• Macam-macam Etika Auditing

a. Indenpendensi

 Independensi dalam Audit : sudut pandang yang tidak bias dalam melakukan ujian audit, mengevaluasi hasilnya dan membuat laporan audit
 Independensi dalam fakta : Auditor benar-benar mempertahankan perilaku yang tidak bias (independen) disepanjang audit
 Independensi dalam penampilan : Pemakai laporan keuangan memiliki kepercayaan atas independensi tsb.
• Revisi dari Persyaratan Independensi Auditor SEC
– Kepentingan Kepemilikan
– TI dan Jasa Non Audit lainnya
• Dewan Standar Independen (Independence Standards Board/ISB)
à memberikan rangka kerja konseptual bagi masalah independensi yang berhubungan dengan audit perusahaan publik
• Komite Audit
à Sejumlah anggota terpilih dari Dewan Direksi yang bertanggungjawab membantu Auditor untuk tetap independen dari manajemen
• Berbelanja untuk Prinsip Akuntansi
• Persetujuan Auditor oleh Pemegang Saham
à Pemilihan KAP baru atau melanjutkan KAP yang ada melalui persetujuan pemegang saham
• Penugasan dan Pembayaran Fee Audit oleh Manajemen
Peraturan Independensi Perilaku dan Interpretasi
• Kepentingan Keuangan
– Anggota yang tercakup
– Kepentingan Keuangan Langsung versus Kepentingan Keuangan Tidak Langsung
– Material atau Tidak Material
• Berbagai Isu Kepentingan Keuangan yang Saling Terkait
– Para mantan praktisi
– Prosedur kredit normal
– Kepentingan keuangan dari keluarga terdekat
– Bersama-sama memiliki hubungan sebagai penanam modal atau penerima modal klien
– Direktur, Pejabat, Manajemen atau Pegawai sebuah perusahaan
• Litigasi antara KAP dan Klien
• Pembukuan dan Jasa Lainnya
• Audit Internal dan Jasa Audit yang Diperluas
• Fee yang Belum Dibayar

b. Tanggung Jawab Auditor
 Perencanaan, Pengendalian dan Pencatatan. Auditor perlu merencanakan, mengendalikan dan mencatat pekerjannya.
 Sistem Akuntansi. Auditor harus mengetahui dengan pasti sistem pencatatan dan pemrosesan transaksi dan menilai kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan keuangan.
 Bukti Audit. Auditor akan memperoleh bukti audit yang relevan dan reliable untuk memberikan kesimpulan rasional.
 Pengendalian Intern. Bila auditor berharap untuk menempatkan kepercayaan pada pengendalian internal, hendaknya memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan compliance test.
 Meninjau Ulang Laporan Keuangan yang Relevan. Auditor melaksanakan tinjau ulang laporan keuangan yang relevan seperlunya, dalam hubungannya dengan kesimpulan yang diambil berdasarkan bukti audit lain yang didapat, dan untuk memberi dasar rasional atas pendapat mengenai laporan keuangan.

c. Opini Auditor
Munawir (1995) terhadap hasil audit memberikan beberapa pendapat sepotong-sepotong auditor, antara lain:
 Pendapat Wajar Tanpa Bersyarat. Pendapat ini hanya dapat diberikan bila auditor berpendapat bahwa berdasarkan audit yang sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan keuangan adalah sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU), tidak terjadi perubahan dalam penerapan prinsip akuntansi (konsisten) dan mengandung penjelasan atau pengungkapan yang memadai sehingga tidak menyesatkan pemakainya, serta tidak terdapat ketidakpastian yang luar biasa (material).
 Pendapat Wajar Dengan Pengecualian. Pendapat ini diberikan apabila auditor menaruh keberatan atau pengecualian bersangkutan dengan kewajaran penyajian laporan keuangan, atau dalam keadaan bahwa laporan keuangan tersebut secara keseluruhan adalah wajar tanpa kecuali untuk hal-hal tertentu akibat faktor tertentu yuang menyebabkan kualifikasi pendapat (satu atau lebih rekening yang tidak wajar).
 Pendapat Tidak Setuju. Adalah suatu pendapat bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar keadaan keuangan dan hasil operasi seperti yang disyaratkan dalam Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU). Hal ini diberikan auditor karena pengecualian atau kualifikasi terhadap kewajaran penyajian bersifat materialnya (terdapat banyak rekening yang tidak wajar).
 Penolakan Memberikan Pendapat. Penolakan memberikan pendapat berarti bahwa laporan audit tidak memuat pendapat auditr. Hal ini bisa diterbitkan apabila: auditor tidak meyakini diri atau ragu akan kewajaran laporan keuangan, auditor hanya mengkompilasi pelaporan keuangan dan bukannya melakukan audit laporan keuangan, auditor berkedudukan tidak independent terhadap pihak yang diauditnya dan adanya kepastian luar biasa yang sangat mempengaruhi kewajaran laporan keuangan.
 Pendapat Sepotong-sepotong. Auditor tidak dapat memberikan pendapat sepotong-sepotong. Hasil auditnya hanya akan memberikan kesimpulan bahwa laporan keuangan yang diaudit secara keseluruhan.

sumber : www.google.com

Etika Bisnis Tugas 2

Nama : Rizzky Yanuar Setiyawan
NPM : 20207971
Tugas : Etika Profesi Akuntansi


2. Etika Bisnis

• Pengertian Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis (Velasquez, 2005).
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain adalah:
1. Pengendalian diri
2. Pengembangan tanggung jawab social (social responsibility)
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
4. Menciptakan persaingan yang sehat
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke bawah
9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hokum positif yang berupa peraturan perundang-undangan


• Perkembangan Etika Bisnis

Berikut perkembangan etika bisnis menurut Bertens (2000):
1. Situasi Dahulu Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2. Masa Peralihan: tahun 1960-an ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
3. Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4. Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
5. Etika Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.




• Penerapan Etika Bisnis
a. Pesan dari Presiden Direktur :
"Dimanapun kita bekerja, kejujuran, integritas, kepercayaan, saling menghargai dan kerjasama selalu menjadi dasar terciptanya dan selalu terjaganya reputasi bisnis yang sehat."
Etika Bisnis terbagi atas :
 Nilai-nilai yang mendasari cara / proses bekerja di Perusahaan
 Visi, misi dan nilai-nilai yang berlaku di Perusahaan yang harus dipelihara dengan selalu mempertahankan standar dalam berperilaku.
 Etika Bisnis sebagai pedoman cara kita berperilaku di Perusahaan
 Tugas apa saja yang harus kita lakukan?
 Tanggung jawab dari kita
 Bagaimana kita harus berperilaku terhadap orang lain?
 Pelaporan kecurangan, perilaku yang tidak jujur atau perilaku yang tidak pada tempatnya
 Kecurangan, korupsi atau transaksi tidak wajar
 Pertentangan kepentingan atau tugas
 Yang harus dilakukan jika timbul pertentangan
 Bolehkah menerima uang, hadiah atau jamuan?
 Menggunakan Aset Perusahaan
 Melakukan Pekerjaan Lain
 Menggunakan Informasi
 Informasi palsu atau menyesatkan
 Memberikan Tanggapan di muka umum
 Catatan dan Laporan Pembukuan
 Undang-Undang dan peraturan lain
 Jika keluar dari Perusahaan
 Pelanggaran atas Etika Bisnis
 Pedoman ini berlaku untuk seluruh direksi dan karyawan serta setiap pihak yang bekerja sama dengan CCBI.

* Persetujuan
 Direktur dan/atau atasan langsung karyawan (dengan jabatan minimal manager) Perusahaan (sesuai dengan tingkatan kasus) harus meninjau dan dapat memberikan persetujuan secara tertulis untuk setiap keadaan yang mensyaratkan ijin khusus.

* Memantau kepatuhan terhadap hukum
 Pengambilan segala langkah yang bertanggung jawab untuk mencegah pelanggaran Etika Bisnis dan Perusahaan akan melakukan upaya-upaya yang diperlukan untuk menjaga kerahasiaan identitas setiap orang yang melaporkan dugaan pelanggaran

* Penyidikan
 National Examiner & Account Receivable Manager dan/atau National Legal Manager and Corporate Secretary akan dilibatkan apabila diperlukan dalam proses penyidikan. Mereka akan bekerja sama dengan direktur atau manager dari karyawan yang melakukan pelanggaran untuk memberikan saran mengenai tindakan perbaikan dan disipliner.

* Tindakan disipliner
 Metode penanganan pelanggaran Etika Bisnis.

* Tandatangan dan pernyataan menerima Etika Bisnis
 Setiap direktur, karyawan dan pihak ketiga yang bekerjasama dengan Perusahaan harus menandatangani formulir pernyataan penerima yang menegaskan bahwa mereka telah membaca Pedoman Tata Cara Etika Bisnis dan memahami ketentuannya

sumber : www.google.com

Tugas Etika Profesi Akuntansi 1

Nama : Rizzky Yanuar Setiyawan
NPM : 20207971
Tugas : Etika Profesi Akuntansi


1. GCG ( Good Corporate Governance )

• Pengertian Good Corporate Governance (GCG)
Sebagai sebuah konsep, GCG ternyata tak memiliki definisi tunggal. Komite Cadburry, misalnya, pada tahun 1992 - melalui apa yang dikenal dengan sebutan Cadburry Report - mengeluarkan definisi tersendiri tentang GCG. Menurut Komite Cadburry, GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholders khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan pengaturan kewenangan Direktur, manajer, pemegang saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.
Center for European Policy Studies (CEPS), punya formula lain. GCG, papar pusat studi ini, merupakan seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak (right), proses, serta pengendalian, baik yang ada di dalam maupun di luar manajemen perusahaan. Sebagai catatan, hak di sini adalah hak seluruh stakeholders, bukan terbatas kepada shareholders saja. Hak adalah berbagai kekuatan yang dimiliki stakeholders secara individual untuk mempengaruhi manajemen. Proses, maksudnya adalah mekanisme dari hak-hak tersebut. Adapun pengendalian merupakan mekanisme yang memungkinkan stakeholders menerima informasi yang diperlukan seputar aneka kegiatan perusahaan.
Sejumlah negara juga mempunyai definisi tersendiri tentang GCG. Beberapa negara mendefinisikannya dengan pengertian yang agak mirip walaupun ada sedikit perbedaan istilah. Kelompok negara maju (OECD), umpamanya mendefinisikan GCG sebagai cara-cara manajemen perusahaan bertanggung jawab pada shareholder-nya. Para pengambil keputusan di perusahaan haruslah dapat dipertanggungjawabkan, dan keputusan tersebut mampu memberikan nilai tambah bagi shareholders lainnya. Karena itu fokus utama di sini terkait dengan proses pengambilan keputusan dari perusahaan yang mengandung nilai-nilai transparency, responsibility, accountability, dan tentu saja fairness.
Sementara itu, ADB (Asian Development Bank) menjelaskan bahwa GCG mengandung empat nilai utama yaitu: Accountability, Transparency, Predictability dan Participation. Pengertian lain datang dari Finance Committee on Corporate Governance Malaysia. Menurut lembaga tersebut GCG merupakan suatu proses serta struktur yang digunakan untuk mengarahkan sekaligus mengelola bisnis dan urusan perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan. Adapun tujuan akhirnya adalah menaikkan nilai saham dalam jangka panjang tetapi tetap memperhatikan berbagai kepentingan para stakeholder lainnya.
Lantas bagaimana dengan definisi GCG di Indonesia? Di tanah air, secara harfiah, governance kerap diterjemahkan sebagai “pengaturan.” Adapun dalam konteks GCG, governance sering juga disebut “tata pamong”, atau penadbiran - yang terakhir ini, bagi orang awam masih terdengar janggal di telinga. Maklum, istilah itu berasal dari Melayu. Namun tampaknya secara umum di kalangan pebisnis, istilah GCG diartikan tata kelola perusahaan, meskipun masih rancu dengan terminologi manajemen. Masih diperlukan kajian untuk mencari istilah yang tepat dalam bahasan Indonesia yang benar.
Kemudian, “GCG” ini didefinisikan sebagai suatu pola hubungan, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan (BOD, BOC, RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance merupakan:
1. Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan Para Stakeholder lainnya.
2. Suatu sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang: pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan.
3. Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut pengukuran kinerjanya.

• Empat Prinsip Utama Corporate Governance
Setelah definisi serta aspek penting GCG terpaparkan di atas, maka berikut adalah prinsip yang dikandung dalam GCG. Di sini secara umum ada empat prinsip utama yaitu: fairness, transparency, accountability, dan responsibility.
1. Fairness (Kewajaran)
Secara sederhana kewajaran (fairness) bisa didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.
Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum dan penegakan peraturan untuk melindungi hak-hak investor - khususnya pemegang saham minoritas - dari berbagai bentuk kecurangan. Bentuk kecurangan ini bisa berupa insider trading (transaksi yang melibatkan informasi orang dalam), fraud (penipuan), dilusi saham (nilai perusahaan berkurang), KKN, atau keputusan-keputusan yang dapat merugikan seperti pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan, penerbitan saham baru, merger, akuisisi, atau pengambil-alihan perusahaan lain.
Biasanya, penyakit yang timbul dalam praktek pengelolaan perusahaan, berasal dari benturan kepentingan. Baik perbedaan kepentingan antara manajemen (Dewan Komisaris dan Direksi) dengan pemegang saham, maupun antara pemegang saham pengendali (pemegang saham pendiri, di Indonesia biasanya mayoritas) dengan pemegang saham minoritas (pada perusahaan publik biasanya pemegang saham publik). Di tengah situasi seperti ini, lewat prinsip fairness, ada beberapa manfaat yang diharapkan bisa dipetik. Apa saja manfaat itu?
Fairness diharapkan membuat seluruh aset perusahaan dikelola secara baik dan prudent (hati-hati), sehingga muncul perlindungan kepentingan pemegang saham secara fair (jujur dan adil). Fairness juga diharapkan memberi perlindungan kepada perusahaan terhadap praktek korporasi yang merugikan seperti disebutkan di atas. Pendek kata, fairness menjadi jiwa untuk memonitor dan menjamin perlakuan yang adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan.
Namun seperti halnya sebuah prinsip, fairness memerlukan syarat agar bisa diberlakukan secara efektif. Syarat itu berupa peraturan dan perundang-undangan yang jelas, tegas, konsisten dan dapat ditegakkan secara baik serta efektif. Hal ini dinilai penting karena akan menjadi penjamin adanya perlindungan atas hak-hak pemegang saham manapun, tanpa ada pengecualian. Peraturan perundang-undangan ini harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menghindari penyalahgunaan lembaga peradilan (litigation abuse). Di antara (litigation abuse) ini adalah penyalahgunaan ketidakefisienan lembaga peradilan dalam mengambil keputusan sehingga pihak yang tidak beritikad baik mengulur-ngulur waktu kewajiban yang harus dibayarkannya atau bahkan dapat terbebas dari kewajiban yang harus dibayarkannya.
2. Transparency (Keterbukaan Informasi)
Transparansi bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.
Perbincangan prinsip ini sendiri sangatlah menarik. Pasalnya, isu yang sering mencuat adalah pertentangan dalam menjalankan prinsip ini. Semisal, adanya kekhawatiran perusahaan bahwa jika ia terlalu terbuka, maka strateginya dapat diketahui pesaing sehingga membahayakan kelangsungan usahanya. Wajarkah kekhawatiran seperti itu?
Menurut peraturan di pasar modal Indonesia, yang dimaksud informasi material dan relevan adalah informasi yang dapat mempengaruhi naik turunnya harga saham perusahaan tersebut, atau yang mempengaruhi secara signifikan risiko serta prospek usaha perusahaan yang bersangkutan. Mengingat definisi ini sangat normatif maka perlu ada penjelasan operasionalnya di tiap perusahaan. Karenanya, kekhawatiran di atas, sebetulnya tidak perlu muncul jika kita mampu menjabarkan kriteria informasi material secara spesifik bagi masing-masing perusahaan.
Dalam mewujudkan transparansi ini sendiri, perusahaan harus menyediakan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut. Setiap perusahaan, diharapkan pula dapat mempublikasikan informasi keuangan serta informasi lainnya yang material dan berdampak signifikan pada kinerja perusahaan secara akurat dan tepat waktu. Selain itu, para investor harus dapat mengakses informasi penting perusahaan secara mudah pada saat diperlukan.
Ada banyak manfaat yang bisa dipetik dari penerapan prinsip ini. Salah satunya, stakeholder dapat mengetahui risiko yang mungkin terjadi dalam melakukan transaksi dengan perusahaan. Kemudian, karena adanya informasi kinerja perusahaan yang diungkap secara akurat, tepat waktu, jelas, konsisten, dan dapat diperbandingkan, maka dimungkinkan terjadinya efisiensi pasar. Selanjutnya, jika prinsip transparansi dilaksanakan dengan baik dan tepat, akan dimungkinkan terhindarnya benturan kepentingan (conflict of interest) berbagai pihak dalam manajemen.


3. Accountability (Dapat Dipertanggungjawabkan)
Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertangungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
Masalah yang sering ditemukan di perusahaan-perusahaan Indonesia adalah mandulnya fungsi pengawasan Dewan Komisaris. Atau justru sebaliknya, Komisaris Utama mengambil peran berikut wewenang yang seharusnya dijalankan direksi. Padahal, diperlukan kejelasan tugas serta fungsi organ perusahaan agar tercipta suatu mekanisme pengecekan dan perimbangan dalam mengelola perusahaan.
Kewajiban untuk memiliki Komisaris Independen dan Komite Audit sebagaimana yang ditetapkan oleh Bursa Efek Jakarta, merupakan salah implementasi prinsip ini. Tepatnya, berupaya memberdayakan fungsi pengawasan Dewan Komisaris. Beberapa bentuk implementasi lain dari prinsip accountability antara lain:

a. Praktek Audit Internal yang Efektif, serta
b. Kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang dan tanggung jawab dalam anggaran dasar perusahaan dan Statement of Corporate Intent (Target Pencapaian Perusahaan di masa depan)

Bila prinsip accountability ini diterapkan secara efektif, maka ada kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab antara pemegang saham, dewan komisaris, serta direksi. Dengan adanya kejelasan inilah maka perusahaan akan terhindar dari kondisi agency problem (benturan kepentingan peran).
4. Responsibility (Pertanggungjawaban)
Pertanggungjawaban perusahaan adalah kesesuaian (patuh) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan yang berlaku di sini termasuk yang berkaitan dengan masalah pajak, hubungan industrial, perlindungan lingkungan hidup, kesehatan/ keselamatan kerja, standar penggajian, dan persaingan yang sehat.
Beberapa contoh mengenai hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

- Kebijakan sebuah perusahaan makanan untuk mendapat sertifikat “HALAL”. Ini merupakan bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat. Lewat sertifikat ini, dari sisi konsumen, mereka akan merasa yakin bahwa makanan yang dikonsumsinya itu halal dan tidak merasa dibohongi perusahaan. Dari sisi Pemerintah, perusahaan telah mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku (Peraturan Perlindungan Konsumen). Dari sisi perusahaan, kebijakan tersebut akan menjamin loyalitas konsumen sehingga kelangsungan usaha, pertumbuhan, dan kemampuan mencetak laba lebih terjamin, yang pada akhirnya memberi manfaat maksimal bagi pemegang saham.
- Kebijakan perusahaan mengelola limbah sebelum dibuang ke tempat umum. Ini juga merupakan pertanggungjawaban kepada publik. Dari sisi masyarakat, kebijakan ini menjamin mereka untuk hidup layak tanpa merasa terancam kesehatannya tercemar. Demikian pula dari sisi Pemerintah, perusahaan memenuhi peraturan perundang-undangan lingkungan hidup. Sebaliknya dari sisi perusahaan, kebijakan tersebut merupakan bentuk jaminan kelangsungan usaha karena akan mendapat dukungan pengamanan dari masyarakat sekitar lingkungan.

Penerapan prinsip ini diharapkan membuat perusahaan menyadari bahwa dalam kegiatan operasionalnya seringkali ia menghasilkan eksternalitas (dampak luar kegiatan perusahaan) negatif yang harus ditanggung oleh masyarakat. Di luar hal itu, lewat prinsip responsibility ini juga diharapkan membantu peran pemerintah dalam mengurangi kesenjangan pendapatan dan kesempatan kerja pada segmen masyarakat yang belum mendapatkan manfaat dari mekanisme pasar.

• Manfaat GCG, antara lain :
1. Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung pemegang saham sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen. Biaya-biaya ini dapat berupa kerugian yang diderita perusahaan sebagai akibat penyalahgunaan wewenang (wrong-doing), ataupun berupa biaya pengawasan yang timbul untuk mencegah terjadinya hal tersebut.
2. Mengurangi biaya modal (cost of capital), yaitu sebagai dampak dari pengelolaan perusahaan yang baik tadi menyebabkan tingkat bunga atas dana atau sumber daya yang dipinjam oleh perusahaan semakin kecil seiring dengan turunnya tingkat resiko perusahaan.
3. Meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan citra perusahaan tersebut kepada publik luas dalam jangka panjang.
4. Menciptakan dukungan para stakeholder (para pihak yang berkepentingan) dalam lingkungan perusahaan tersebut terhadap keberadaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan, karena umumnya mereka mendapat jaminan bahwa mereka juga mendapat manfaat maksimal dari segala tindakan dan operasi perusahaan dalam menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan.

Manfaat GCG ini bukan hanya untuk saat ini, tetapi juga dalam jangka panjang dapat menjadi pilar utama pendukung tumbuh kembangnya perusahaan sekaligus pilar pemenang era persaingan global.
Akan tetapi, keberhasilan penerapan GCG juga memiliki prasyarat tersendiri. Di sini, ada dua faktor yang memegang peranan, faktor eksternal dan internal.

sumber : www.google.com

Selasa, 05 Oktober 2010

Etika Profesi Akuntansi

Nama : Rizzky Yanuar Setiyawan
NPM : 20207971
Mata Kuliah : Etika Profesi Akuntansi


 Kode Etik Ikatan Akuntansi Indonesia ( IAI )

Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat harus memiliki kode etik yang merupakan seperangkat prinsip-prinsip moral danmengatur tentang perilaku profesional. Alasan yang mendasari diperlukannya perilaku profesional yang tinggi pada setiap profesi adalah kebutuhan akan kepercayaan terhadap kualitas jasa yang diberikan profesi terlepas dari yang dilakukan secara perorangan. Kepercayaan masyarakat terhadap kualitas jasa profesional akan meningkat, jika profesi mewujudkan standar yang tinggi dan memenuhi semua kebutuhan.

 PRINSIP-PRINSIP ETIKA

Tanggungjawab
Mewujudkan kepekaan profesional dan pertimbangan moral dalam semua
aktivitas.

Kepentingan Masyarakat
∗ Menghargai kepercayaan masyarakat
∗ Menunjukkan komititmen pada profesionalisme

Integritas
Melaksanakan semua tanggungjawab profesional denngan rasa integritas
yang tinggi.


Obyektivitas & Independensi
Mempertahankan obyektivitas dan terlepas dari konflik kepentingan dalam
melakukan tanggungjawab profesional. – independen dalam kenyataan dan
penampilan pada waktu melaksanakan aktivitas jasanya.

Lingkup & Sifat Jasa
Mematuhi kode etik perilaku profesional untuk menentukan lingkup dan
sifat jasa yang akan diberikan.

 PERKEMBANGAN KODE ETIK AKUNTAN INDONESIA
Draft kode etik akuntan Indonesia sudah disusun jauh sebelum kongres IAI yang pertama, namun baru disahkan untuk pertama kalinya pada kongres IAI yang kedua dalam bulan januari 1972 dan mengalami beberapa perubahan dan penyesuaian dalam setiap kongres.
Rumusan kode etik saat ini sebagian besar merupakan rumusan kode etik yang dihasilkan dalam kongres ke-6 IAI dan ditambah dengan masukanmasukan
yang diperoleh dari seminar sehari.
Pemutakhiran kode etik akuntan Indonesia tanggal 15 juni 1994 di hotel Daichi Jakarta serta hasil pembahasan sidang komisi kode etik dalam kongres ke-7 IAI di Bandung. Saat ini kode etik akuntan Indodesia terdiri atas :
1. kode etik akuntan Indonesiayang disahkan dalam kongres VI IAI di Jakarta yang terdiri atas 8 bab dan 11 pasal ditambah dengan
2. pernyataan etika profesi no. 1 sampai dengan 6 yang disahkan dalam kongres IAI ke-7 di Bandung tahun 1994.
Dalam kongres, diskusi yang berkepanjangan selalu terjadi dalam sidang
komisi kode etik, ini menandakan bahwa bukanlah suatu hal yang mudah untuk
menyatukan pendapat jika hal tersebut berkaitan dengan kode etik.



 PENEGAKAN KODE ETIK DAN HAMBATAN
Ada dua alasan mengapa orang bertindak tidak etis, yang pertama adalah standar etika seseorang berbeda dari masyarakat umum, dan alasan yang kedua
seseorang memilih bertindak semaunya. Baik alasan yang pertama maupun alasan yang kedua tetap saja bahwa tindakan seseorang tersebut tidak etis dan perlu adanya penanganan atas tindakan tidak etis tersebut. Tetapi jika pelanggaran serupa banyak dilakukan oleh anggota masyarakat atau anggota profesi perlu dipertanyakan apakah aturan-aturan yang berlaku masih perlu tetap
dipertahankan atau dipertimbangkan untuk dikembangkan dan disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan lingkungan.
Secara umum kode etik berlaku untuk profesi akuntan secara keselurahan
kalau melihat kode etik akuntan Indonesia isinya sebagian besar menyangkut profesi akuntan publik. Padahal IAI mempunyai kompartemen akuntan pendidik, kompartemen akuntan manajemen disamping kompartemen akuntan publik. Perlu dipikir kode etik yang menyangkut akuntan manajemen, akuntan pendidik, akuntan negara (BPKP, BPK, pajak).
Kasus yang sering terjadi dan menjadi berita biasannya yang menyangkut
akuntan publik. Kasus tersebut bagi masyarakat sering diangap sebagai pelanggaran kode etik, padahal seringkali kasus tersebut sebenarnya merupakan pelanggaran standar audit atau pelanggaran terhadap SAK.
Terlepas dari hal tersebut diatas untuk dapat melakukan penegakan terhadap kode etik ada beberapa hal yang harus dilakukan dan sepertinya masih sejalan dengan salah satu kebijakan umum pengurus IAI periode 1990 s/d 1994 yaitu :
1. Penyempurnaan kode etik yang ada penerbitan interprestasi atas kode etik yang ada baik sebagai tanggapan atas kasus pengaduan maupun keluhan dari rekan akuntan atau masyarakat umum. Hal ini sudah dilakukan mulai dari seminar pemutakhiran kode etik IAI, hotel Daichi 15 juni 1994 di Jakarta dan kongres ke-7 di Bandung dan masih terus dan sedang dilakukan oleh pengurus komite kode etik saat ini.
2. Proses peradilan baik oleh badan pengawas profesi maupun dewan pertimbangan profesi dan tindak lanjutnya (peringatan tertulis, pemberhentian sementara dan pemberhentian sebagai anggota IAI).
3. Harus ada suatu bagian dalam IAI yang mengambil inisiatif untuk mengajukan pengaduan baik kepada badan pengawasan profesi atas pelanggaran kode etik meskipun tidak ada pengaduan dari pihak lain tetapi menjadi perhatian dari masyarakat luas.

 Hambatan Penegakan Kode Etik
Beberapa hambatan dalam penegakan kode etik antara lain :
Sikap anggota profesi yang mendua, pada satu sisi menolak setiap pelanggaran terhadap kode etik tetapi pada sisi lain memberikan pembenaran atas pelanggaran tersebut. Adanya sifat sungkan dari sesama anggota profesi untuk saling mengadukan pelanggaran kode etik. Belum jelasnya aturan tentang mekanisme pemberian sanksi dan proses peradilan atas kasus-kasus pelanggaran baik dalam anggaran dasar maupun dalam anggaran rumah tangga.
Belum dapat berfungsinya secara efektif BPP dan DPP sebagai akibat dari belum jelasnya pengaturan dalam AD / ART.

 PROSEDUR PENGADUAN TERHADAP PELANGGARAN KODE ETIK
Pelanggaran terhadap kode etik dapat dimungkinkan oleh siapa saja baik terdapat unsur kesengajaan maupun tidak. Pelanggaran dengan tanpa unsur kesengajaan biasa dilakukan terhadap aturan-aturan yang bersifat Grey Area. Terlepas dari adanya unsur kesengajaan maupun tidak, prosedur yang seharusnya dilakukan untuk melakukan pengaduan adalah sebagai berikut :
Setiap pengaduan tentang pelanggaran kode etik akuntan Indonesia baik pengaduan tersebut dilakukan oleh anggota IAI maupun bukan anggota IAI atau masyarakat umum dialamatkan kepada dewan pertimbangan profesi ikatan akuntan indonesia.
Setiap pengaduan yang masuk kepada pengurus pusat, pengurus cabang, pengurus kompartemen, atau unit-unit organisasi yang berada dibawah pengurus pusat harus diteruskan kepada dewan pertimbangan pertimbangan profesi.
Dewan pertimbangan profesi akan menentukan badan pengawas pada kompartemen mana yang akan menangani kasus pengaduan tersebut pada tingkat pertama.
Komite kode etik berfungsi untuk memberikan pendapat atau masukkan tentang kasus pengaduan yang masuk sedangkan sanksi / usulan sanksi pada tahap pertama dilakukan oleh badan pengawas profesi di kompartemen.
Sampai saat ini sesungguhnya AD / ART belum mengatur secara tegas tentang pemberian sanksi. Jika seorang anggota ternyata terbukti melakukan pelanggaran, tidak saja pelanggaran terhadap kode etik tetapi juga pelanggaran terhadap standar profesi lainnya, siapa yang berwenang memberikan sanksi, pengurus pusat, badan pengawas profesi di kompartemen atau dewan pertimbangan profesi ? jika sanksi tersebut sangat berat dan menyangkut ijin praktek bagaimana kaitannya dengan instansi pemerintah yang memiliki otoritas atas pemberian ijin praktek dan bagaimana pula kaitannya dengan panitia banding yang sewaktu-waktu dapat dibentuk oleh dewan penasehat ? Hal ini mungkin merupakan salah satu penyebab mengapa KLB saat ini perlu dilakukan.

 Sanksi Terhadap Pelanggaran Kode Etik
Pasal 11 AD Iai menyatakan bahwa setiap anggota dapat dikenai sanksi peringatan tertulis, pembertian sementara atau pemberhentian. Pengenaan sanksi dilakukan dengan memperhatikan berat ringannya kesalahan anggota dan tidak harus diterapkan secara berurutan.
Dikaitkan dengan pasal 12 huruf C ialah bahwa seorang anggota dapat berakhir keanggotaannya apabila anggota yang bersangkutan diberhentikan oleh dewan pertimbangan profesi karena pelanggaran kode etik.
Dari dua pasal tersebut diatas dapat disimpulkan jika seorang anggota melanggar kode etik dengan suatu tingkat kesalahan yang berat maka ia akan terkena sanksi diberhentikan oleh dewan pertimbanngan profesi. Yang patut dipertanyakan adalah siapa yang berhak menjatuhkan sanksi jika anggota tersebut melanggar standar profesi (misal standar audit, bukan kode etik) dan bagaimana kreteria tingkatan kesalahan tersebut. Baik anggaran dasar maupun anggaran rumah tangga belum mengatur jelas tentang hal tersebut.

 Sanksi-Sanksi
Dalam dua tahun terakhir tidak banyak kasus pengaduan tentang pelanggaran kode etik yang disampaikan kepada komite kode etik maupun yang ditangani oleh dewan pertimbanngan profesi, bahkan belum ada satupun anggota yang mendapatkan sanksi atas pelanggaran kode etik. Beberapa kemungkinan atas kondisi tersebut adalah :
a. Semakin meningkatnya kesadaran dan kepedulian anggota IAI terhadap kode etik. Hal ini terbukti dengan banyaknya pertanyaan yang masuk kepada komite baik melalui surat maupun per telepon meminta kejelasan tentang pernyataan etika profesi. Pertanyaan yang masuk terutama menanyakan tentang pernyataan etika profesi nomor 4 “Iklan bagi kantor akuntan publik”. Hal ini berkaitan penjabaran lebih lanjut atas pernyataan etika profesi no. 4 tersebut dan draft interprestasinya yang baru-baru ini dipublikasikan oleh komite 2.
b. Semakin longgarnya aturan, semakin longgarnya ketentuan / aturan dalam pernyataan etika profesi, sehingga pelanggaran etika profesi saat ini bukan lagi merupakan pelanggaran.
Misalnya :
∗ Pemberitahuan pindah alamat, perubahan / penambahan telepon / fax dan telex dalam surat kabar, mingguan atau majalah.
∗ Memberikan ucapan selamat (dalam surat kabar, majalah) atas dibukanya, atau perpindahan alamat kantor, akuntan publik lain.
∗ Menerima dan memberikan ucapan selamat dalam surat kabar atau majalah secara langsung dalam bentuk karangan bunga atau cinderamata atas pembukaan kantor, kantor cabang, perpindahan alamat baik dari sesama kantor akuntan maupun dari dan kepada klien atau kolega lainnya dalam hal memperoleh suatu keberhasilan dan prestasi tertentu.
∗ Dalam hal pemberian karangan bunga / cinderamata bukan saja terbatas pada ucapan turut bersuka cita tetapi termasuk didalamnya ucapan ikut berduka cita baik ditujukan untuk perorangan, kelompok, badan, yayasan atau organisasi.
c. Tidak jelasnya aturan dalam AD / ART. Alasan ketiga tentang belum adanya sanksi yang dijatuhkan atas pelanggaran kode etik adalah belum jelasnya aturan AD / ART tentang pemberian sanksi, serta belum sinkronnya tata kerja antara badan pengawasan profesi di kompartemen dan dewan pertimbangan profesi. Hal ini menyebabkan pihak-pihak yang terkait menjadi berusaha menahan diri baik untuk mengatasi kasus yang masuk, terlebih lagi untuk memberikan dan menjatuhkan sanksi.
Misalnya suatu kasus pengaduan baik pelanggaran terhadap kode etik maupun terhadap standar yang ditangani oleh badan pengawas profesi di kompartemen dan ternyata akuntan yang bersangkutan terbukti bersalah. Sanksi apa yang dapat dijatuhkan oleh BPP. Apakah BPP berhak menjatuhkan sanksi “memberhentikan akuntan yang bersangkutan sebagai anggota IAI”. Baik AD maupun ART tidak memberikan kewenangan atas hal tersebut, BPP berada dan bertanggungjawab terhadap rapat anggota kompartemen, tidak bertanggungjawab terhadap kongres. Dengan demikian hak paling tinggi dari BPP adalah memberhentikan anggota tersebut sebagai anggota kompartemen tidak sebagai anggota IAI.
Terlepas dari masalah tersebut, yang pasti bahwa jika seorang akuntan publik terkena sanksi pemberhentian sebagai anggota IAI maka menurut SK menteri keuanganno. 763 tahun 1986 anggota tersebut tidak memenuhi syarat untuk memiliki izin praktek. Karena menurut surat keputusan tersebut (pasal 4 huruf h) salah satu syarat untuk memperoleh izin praktek sebagai akuntan publlik adalah akuntan yang bersangkutan harus berstatus anggota ikatan akuntan Indonesia.
Dengan demikian sangat dimungkinkan keputusan sanksi pemberhentian sebagai anggota profesi akan menyebabkan dicabutnya izin praktek akuntan yang bersangkutan oleh instansi pemegang otoritas dan untuk seterusnya akuntan yang bersangkutan tidak dapat lagi berpraktek sebagai akuntan publik. Yang perlu dipikirkan adalah :
∗ Apakah sanksi tersebut cukup manusiawi, karena dapat “ menutup jalan hidup si akutan publik”.
∗ Apakah tidak lebih baik jika akuntan publik yang diangap bersalah dibawa ke pengadilan dan jika terbukti bersalah, dijatuhkan sanksi untuk membayar ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. Walaupun harus membayar ganti rugi, namun akuntan publik tersebut tetap dapat menjalankan praktek sebagai akuntan publik.

 PENGATURAN IKLAN DALAM KODE ETIK
Pengaturan iklan dalam kode etik paling banyak mendapatkan sorotan dan perhatian dari anggota profesi terutama mereka yang berpraktek sebagai akuntan publik. Diskusi yang berkepanjangan atas aturan ini sudah berlangsung sejak kongres ke-6 IAI tahun 1990, bahkan mungkin jauh sebelumnya. Sebagian
anggota menganggap bahwa iklan bagi kantor akuntan publik sebaiknya diperbolehkan seperti halnya dalam kode etik AICPA. Dalam kongres IAI ke-7 di Bandung masalah ini sudah menjadi perdebatan yang sengit. Sidang komisi kode etik itu memakan waktu hampir 9 jam dimulai sejak jam 17.00 sampai dengan jam 02.00 dini hari keesokan harinya dan sebagian besar waktu sidang digunakan untuk membahas pengaturan iklan.
Dalam kode etik Ikatan Akuntan Indonesia, akuntan publik dilarang untuk mengiklankan diri kecuali yang bersifat pemberitahuan atau membiarkan orang lain mengiklankan dirinya karena diangap dapat menyesatkan dan menipu masyarakat. Sementara dalam kode etik AICPA iklan diijinkan sepanjang tidak menyajikan hal yang palsu, menyesatkan dan memperdaya masyarakat. Akan tetapi iklan yang diangap melampai batas dan bersifat mengodatetap dilarang. Para peserta sidang komisi kode etik dalam kongres IAI ke-7 di Bandung mengangap lebih mudah melakukan pengendalian atas hal-hal yang diperbolehkan yang bersifat pemberitahuan, dibanding dengan memberikan kebebasan kepada akuntan publik untuk beriklan dan memberikan batasan atas
hal-hal yang dilarang. Peserta sidang komisi berangapan bahwa untuk mengantisipasi perkembangan, adalah tugas komite kode etik untuk secara terus
menerus mengembangkan dan memperluas hal-hal yang diperbolehkan untuk diiklankan.
Berkaitan dengan era globalisasi dan untuk mengantisipasi atas pemberian ijin oleh pemerintah bagi akuntan asing untuk berpraktek di Indonesia mungkin sudah saatnya untuk dipertanyakan apakah pengaturan iklan dalam kode etik masih perlu tetap dipertahankan atau dipertimbangkan untuk dikembangkan dan disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan lingkungan. Jika hal ini tidak dilakukan akan menimbulkan masalah baru, aturan kode etik mana yang harus dipenuhi oleh akuntan publik yang berpraktek di Indonesia, kode etik akuntan Indonesia atau kode etik yang berlaku dinegaranya.


sumber : www.google.com

Etika Profesi Akuntansi

Standard Auditing Internasional ( ISA ) vs Standard Auditing Indonesia ( SPAP )
International Auditing and Assurance Standards Board (IAASB) adalah merupakan badan yang dibentuk oleh International Federation of Accountants (IFAC) sebagai badan pembuat standar auditing dan assurance.

Standar yang diterbitkan oleh IAASB terbagi dalam tiga kategori. Pertama, standar audit dan review informasi keuangan historis. Standar ini terdiri dari dua standar yaitu : International Standard on Auditings (ISAs), dan International Standard on Review Engagement (ISREs). Selanjutnya, untuk membantu penerapan standar auditing, IAASB mengeluarkan International Auditing Practice Statement (IAPSs). IAPS ini merupakan pedoman interpretasi dan bantuan praktis di dalam menerapkan standar auditing. Dan untuk penerapan standar review, IAASB juga telah mengeluarkan pedoman interpretasi dan batuan praktisnya. Pedoman ini diberi nama International Review Engagement Practice Statement (IREPSs).
Kategori kedua, standar untuk penugasan assurance selain audit atau review laporan keuangan historis. Untuk kategori kedua ini, IAASB mengeluarkan International Standard Assurance Engagements (ISAEs). Dan untuk penerapan lebih praktisnya, IAASB telah menerbitkan International Assurance Engagement Practice Statements (IAEPS). IAEPS ini merupakan pedoman interpretasi dan bantuan praktis didalam menerapkan standar assurance.
Kategori terakhir adalah standar untuk jasa lainnya. Untuk kategori ketiga ini, IAASB menerbitkan International Standard on Related Services (ISRSs). Standar ini harus diterapkan pada penugasan kompilasi, pengolahan informasi, dan jasa penugasan lain. Untuk penerapannya, IAASB juga telah mengeluarkan pedoman interpretasi dan bantuan praktis yang diberi nama International Related Service Practice Statements (IRSPSs).
Selain mengeluarkan standar untuk pekerjaan auditor, IAASB juga mengeluarkan standar untuk memberikan mutu pelayanan yang baik. Standar ini dinamakan International Standard on Qualitiy Controls (ISQCSs).
Di Indonesia, sebelum terbentuknya Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), standar auditing ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Setelah terbentuknya IAPI yang secara resmi diterima sebagai anggota asosiasi yang pertama oleh IAI pada tanggal 4 Juni 2007 serta diakui oleh pemerintah RI sebagai organisasi profesi akuntan publik yang berwenang melaksanakan ujian sertifikasi akuntan publik, penyusunan dan penerbitan standar profesional dan etika akuntan publik, serta menyelenggarakan program pendidikan berkelanjutan bagi seluruh akuntan publik di Indonesia melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008 pada tanggal 5 Pebruari 2008, selanjutnya standar auditing berupa Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) disusun dan diterbitkan oleh IAPI.

SPAP merupakan kodifikasi berbagai pernyataan standar teknis dan aturan etika. Pernyataan standar teknis yang dikodifikasi dalam SPAP terdiri dari :
1. Pernyataan Standar Auditing
2. Pernyataan Standar Atestasi
3. Pernyataan Jasa Akuntansi dan Review
4. Pernyataan Jasa Konsultasi
5. Pernyataan Standar Pengendalian Mutu
Sedangkan aturan etika yang dicantumkan dalam SPAP adalah Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang dinyatakan berlaku oleh Kompartemen Akuntan Publik sejak bulan Mei 2000.
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang berlaku di Indonesia selama ini mengacu pada standar auditing dari Amerika. SPAP ini membagi standar auditing menjadi tiga bagian utama yaitu Standar Umum, Standar Pekerjaan Lapangan dan Standar Pelaporan.
Sedangkan International Standar on Auditing (ISA) tidak membagi standar auditing dengan kategori seperti halnya SPAP. Pada ISA, tidak ada Standar Umum, Standar Pekerjaan Lapangan dan Standar Pelaporan. Penyajian standar-standar yang ada di ISA sudah mencerminkan proses pengerjaan auditing.

Pendekatan pekerjaan audit di ISA dibagi dalam enam tahap. Tahap pertama dimulai dengan persetujuan penugasan (agreement of engagement). Kemudian, tahap kedua melakukan pengumpulan informasi, pemahaman bisnis dan sistim akuntansi klien, serta penentuan unit yang akan diaudit. Tahap ketiga adalah pengembangan strategi audit. Hal ini dilakukan dengan memperhatikan access inherent list.
Tahap selanjutnya adalah execute the audit, yaitu mulai melaksanakan audit. Pada saat melaksanakan audit maka akan dilakukan test of control, substantive and analytical procedure dan other substantive procedure. Tahap kelima, mulai membentuk opini. Dan tahap terakhir adalah membuat laporan audit.

Dari keenam tahapan pekerjaan audit yang diatur dalam ISA tersebut sepertinya tidak jauh berbeda dengan pengaturan dalam SPAP yang menjadi pedoman audit bagi KAP di Indonesia. Demikian sedikit gambaran International Standar on Auditing (ISA) yang merupakan standar audit internasional dibandingkan dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang merupakan standar audit yang berlaku di Indonesia.


sumber : www.google.com

Etika Profesi Akuntansi

Nama : Rizzky Yanuar Setiyawan
NPM : 20207971
Mata Kuliah : Etika Profesi Akuntansi

 Konsep Etika
Pengertian Etika
Watak atau kesusilaan yang akan berkaitan dengan konsep yang di miliki , oleh individu atau kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang dikerjakan itu salah atau benar.
Dari asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani ‘ethos’ yang berarti adat istiadat/ kebiasaan yang baik Perkembangan etika yaitu Studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya
 Fungsi Etika
1. Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai moralitas yang membingungkan.
2. Etika ingin menampilkanketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.
3. Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme
 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelanggaran Etika :
1. Kebutuhan Individu
2. Tidak Ada Pedoman
3. Perilaku dan Kebiasaan Individu Yang Terakumulasi dan Tak Dikoreksi
4. Lingkungan Yang Tidak Etis
5. Perilaku Dari Komunitas
 Sanksi Pelanggaran Etika :
1. Sanksi Sosial
Skala relatif kecil, dipahami sebagai kesalahan yangdapat ‘dimaafkan’
2. Sanksi Hukum
Skala besar, merugikan hak pihak lain.
 Jenis-jenis Etika
1. Etika umum yang berisi prinsip serta moral dasar
2. Etika khusus atau etika terapan yang berlaku khusus.
Etika khusus ini masih dibagi lagi menjadi etika individual dan etika sosial.
Etika sosial dibagi menjadi:
- Sikap terhadap sesama;
- Etika keluarga
- Etika profesi misalnya etika untuk pustakawan, arsiparis, dokumentalis, pialang informasi
- Etika politik
- Etika lingkungan hidupserta


sumber : www.google.com

Minggu, 25 April 2010

Using Theory of Planned behavior to predict factors influencing intention to enroll international undergraduate program

Using Theory of Planned behavior to predict factors influencing intention to enroll international undergraduate program

Albert Kriestian
Fakultas Ekonomi Universitas Satya Wacana Salatiga

Abstaksi


This research examines the factors that test the intention to attend the class lectures internationally by using a theory of planned behavior. Among three independent variables, subjective norm has a significant influence on the intention to follow international college program classes, while attitudes and perceived behavioral no significant effect on behavior intention. Taken together these three factors significantly influence the intention to follow international class with the ability to explain the dependent variables for the value of contributions to the dependent variables explained 14.5%. These results indicate other factors beyond the variables in the model memilki a great contribution in explaining behavioral intentions. Subjects were 112 high school girl Karangturi Semarang with data collection through structured questionnaire survey.

1. Introduction

Facing the globalization era which borderiess worlds become common already encourages higher education institution to offer special programs. It evokes international undergraduate programs, which intended to meet international standards in terms of curriculum, facilities, oppurtunities to have double degree etc. However there are various offers among higher education institution to deal with such atmosphere. International undergraduate program becomes populer among higher education institution. Both state and private universities offer such program in order to provide students a prospective position in the marketplace. The international undergraduate program gives oppurtunity for student to extend their international environment. They can enjoy cross culture understanding, learn the current development in order part of the world, and extend their network for their future. In doing so, the students will have more self-confident to give contribution in this bordeless world. They can contribute their talent for the best interest of community, which in turn would likely to deliver them prosperous future.

The aim of this research is to examine the theory of planned behavior in identiflying factors that significantly contribute to the contribute to the intention to enroll in international undergraduate program. Based upon this model, there are three factors that influence the behavior intention. Namely attitude , subjective norms and perceived behavioral control. The subject of this research is the third level students of SMA Karangturi Semarang who will enroll for higher education next year (2008). Through this research, the higher education institutions management can highlight significant factors in preparing the students and enhance such factors.


2. Literature review

In behavioral research there are many models,which can be employed to explain factors that influenced the behaviors. One of them is theory of planned behavior which developed by social psychologist Ajzen. This models is the development of previous model called yhe theory of reasoned action by Ajzen and Fishbein. Theory of palnned behavior employs additional constructs that is perceived behavioral control, while theory of reasoned action includes the independent variabel attitudes toward behavior and subjective norms. The notion is the difficulty in doing certain behavior would likely to predict behavior. Theory of reasoned action is suitable when the subject feels that their certain behavior is under their control. It is more difficult to predict the behavior when they do not have sufficient control toward the behavior. Therefore, construct perceived behavioral control as the predictors of behavior embedded in the theory of palnned behavior. Theory of planned behavior accomodates the critics loward theory of reasoned action ( Sihombing, 2003 ). Hsu et al (2006) stated some other examples of the use of theory of planned behavior to forecast diet behavior, drinking behavior , transportation safety, defence behavior, smoking behavior, economizing the use of water etc.

3. Research Method

Population and sample
The population of this research is the third level students of SMA Karangturi Semarang who will enroll for higher education next year (2008). The chosen sample is the third level students of SMA Karangturi Semarang. The number of population is 200 and sample size is 112 respondens.

Data collection desaign
Data were collacted through survey. A self administered quetioner were delivered to all third evel students of SMA karangturi Semarang who participated in seminar about enterpreneurship in 25 october 2007.

4. Data Analysis

Data analysis consists of descriptive analysis, validity and realibility test and hypotesis testing which use multiple regression analysis. Each would be delivered as follows.

5. Discussion

Theory of planned behavior focuses on three independent variabels, which influence the behavioral intention. Therefore, there is possibility of other factors influencing more on behavioral intention. The overall result indicates the ability of independent variables to explain variation on dependent variables to expalin variation on dependent variables is onlt14,5% and the result explainned by other factors exclude those three factors. Attitudes and perceived behavioral control do not significantly influence intention to enroll international undergraduated program.

6. Conclusion

Inthis research,the ability of theory of planned behavior to explain the behavioral intention is some what low. Among three independent variable, it is only subjective norms significantly influence behavioral intention. Three independent variables simustaneously contribute to adjusted R squared 14,5%. It means there are 85,5% variations of dependent variable that expalined by other factors.
Attitudes do not significantly influence intention to enroll international undergraduated program. In term of complex decision process, there is a step of collection alternative and evaluation alternative. The process has not moved to the decision making.
The management can design event that invite the senior high school student, teachers and parents to feewl atmosphere during international class session. In doing so, better knowledge of international undergraduate program can form good image. Teachers, parents and classmates can communicate the knowledge and it turn, they can give recommendation to student.































Menggunakan Teori perilaku Berencana untuk memprediksi faktor yang mempengaruhi niat untuk mendaftar program sarjana internasional

Albert Kriestian
Fakultas Ekonomi Universitas Satya Wacana Salatiga

Abstraksi

Penelitian ini menguji tentang faktor-faktor yang menguji niat untuk mengikuti program kuliah kelas internasional dengan menggunakan pendekatan theory of planned behaviour. Diantara tiga variabel independent, norma subyektif berpengaruh signifikan terhadap niat mengikuti kelas program kuliah internasional, sementara sikap dan keperilakuan yang dirasakan tidak berpengaruh signifikan terhadap niat perilaku. Secara bersama-sama ketiga faktor berpengaruh signifikan terhadap niat mengikuti kelas internasional dengan kemampuan menjelaskan variabel-variabel dependen sebesar nilai konstribusi untuk menjelaskan variabel-variabel dependen sebesar 14,5 %. Hasil ini menunjukan faktor-faktor lain diluar variabel dalam model memilki konstribusi yang besar dalam menjelaskan niat perilaku. Subyek penelitian adalah 112 siswi SMU Karangturi Semarang dengan teknik pengumpulan data survei melalui kuesioner terstruktur.

1. Pengenalan

Menghadapi era globalisasi yang borderiess dunia menjadi umum sudah mendorong lembaga pendidikan tinggi menawarkan program khusus. Ini membangkitkan program sarjana internasional, yang dimaksudkan untuk memenuhi standar internasional dalam hal kurikulum, fasilitas, celah untuk memiliki dll gelar ganda Namun ada berbagai penawaran antara institusi pendidikan tinggi untuk menangani dengan suasana seperti itu. Internasional program sarjana menjadi populer di antara institusi pendidikan tinggi. Kedua universitas negeri dan swasta menawarkan program tersebut untuk memberikan posisi calon siswa di pasar. Program sarjana internasional memberikan oppurtunity bagi siswa untuk memperluas lingkungan internasional mereka. Mereka dapat menikmati pemahaman silang budaya, mempelajari pengembangan saat ini di bagian urutan dunia, dan memperluas jaringan mereka untuk masa depan mereka. Dengan demikian, para siswa akan lebih percaya diri untuk memberikan kontribusi dalam dunia ini bordeless. Mereka dapat memberikan kontribusi bakat mereka untuk kepentingan masyarakat, yang pada gilirannya akan cenderung untuk memberikan mereka masa depan yang sejahtera.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji teori perilaku yang direncanakan di identiflying faktor yang secara signifikan memberikan kontribusi pada berkontribusi pada niat untuk mendaftar dalam program sarjana internasional. Berdasarkan model ini, ada tiga faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku niat. Yaitu sikap, norma subyektif dan persepsi pengendalian perilaku. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa tingkat ketiga SMA Karangturi Semarang yang akan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi tahun depan (2008). Melalui penelitian ini, lembaga-lembaga pendidikan tinggi manajemen dapat menyoroti faktor penting dalam mempersiapkan mahasiswa dan meningkatkan faktor-faktor tersebut.

2. Sastra tinjauan

Dalam penelitian perilaku ada banyak model, yang dapat digunakan untuk menjelaskan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku. Salah satunya adalah teori perilaku terencana, yang dikembangkan oleh Ajzen psikolog sosial. Model ini adalah pengembangan dari model sebelumnya disebut teori yhe tindakan beralasan oleh Ajzen dan Fishbein. Teori perilaku tambahan direncanakan menggunakan konstruksi yang dirasakan kontrol perilaku, sedangkan teori tindakan beralasan mencakup sikap variabel independen terhadap perilaku dan norma subyektif. Gagasan adalah kesulitan dalam melakukan perilaku tertentu akan cenderung untuk memprediksi perilaku. Teori tindakan beralasan cocok ketika subjek merasa bahwa perilaku tertentu mereka berada di bawah kendali mereka. Hal ini lebih sulit untuk memprediksi perilaku ketika mereka tidak memiliki kontrol yang cukup terhadap perilaku tersebut. Oleh karena itu, membangun kontrol perilaku dianggap sebagai prediksi perilaku tertanam dalam teori perilaku palnned. Teori perilaku direncanakan menampung para kritikus teori loward tindakan beralasan (Sihombing, 2003). Hsu et al (2006) menyatakan beberapa contoh lain penggunaan teori perilaku direncanakan untuk meramalkan perilaku diet, minum perilaku, keselamatan transportasi, perilaku pertahanan, perilaku merokok, penghematan
penggunaan air dll

3. Metode Penelitian

Populasi dan sampel
Populasi penelitian ini adalah mahasiswa tingkat ketiga SMA Karangturi Semarang yang akan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi tahun depan (2008). Sampel yang terpilih adalah mahasiswa tingkat ketiga SMA Karangturi Semarang. Jumlah populasi adalah 200 dan ukuran sampel 112 responden.

Desaign pengumpulan data
Data collacted melalui survei. Sebuah kuesioner diberikan diri disampaikan kepada semua siswa SMA Evel ketiga Karangturi Semarang yang berpartisipasi dalam seminar tentang kewirausahaan di 25 Oktober 2007.

4. Analisis Data

Analisis data terdiri dari analisis deskriptif, uji validitas dan reliabilitas dan pengujian hipotesis yang menggunakan analisis regresi berganda. Setiap akan disampaikan sebagai berikut.

5. Diskusi

Teori perilaku direncanakan berfokus pada tiga variabel independen, yang mempengaruhi perilaku niat. Oleh karena itu, ada kemungkinan faktor lain yang mempengaruhi perilaku lebih pada niat. Hasil keseluruhan menunjukkan kemampuan variabel independen untuk menjelaskan variasi pada variabel dependen untuk menjelaskan variasi pada variabel dependen hanya 14,5% dan hasil explainned oleh faktor-faktor lainnya tidak termasuk tiga faktor. Sikap dan persepsi pengendalian perilaku tidak berpengaruh signifikan terhadap niat untuk mendaftar program sarjana internasional.

6. Kesimpulan

Penelitian, kemampuan teori perilaku direncanakan untuk menjelaskan maksud adalah beberapa perilaku yang rendah. Diantara tiga variabel independen, hanya norma subyektif berpengaruh secara signifikan terhadap niat perilaku. Tiga variabel independen simustaneously berkontribusi R disesuaikan squared 14,5%. Ini berarti terdapat 85,5% variasi variabel dependen yang expalined oleh faktor-faktor lain.
Sikap tidak berpengaruh signifikan terhadap niat untuk mendaftar program undergraduated internasional. Dalam jangka waktu proses pengambilan keputusan yang kompleks, ada langkah alternatif pengumpulan dan evaluasi alternatif. Proses ini tidak pindah ke pengambilan keputusan.
Manajemen dapat merancang acara yang mengundang para siswa SMA, guru dan orang tua untuk suasana selama sesi kelas internasional. Dengan demikian, pengetahuan yang lebih baik dari program sarjana internasional dapat membentuk citra yang baik. Guru, orang tua dan teman-teman sekelas dapat berkomunikasi pengetahuan dan gilirannya, mereka dapat memberikan rekomendasi kepada mahasiswa.

Analisis perubahan market value dan laba persaham terhadap perubahan holding period saham

Analisis perubahan market value dan laba persaham terhadap perubahan holding period saham

Agus Riyanto
Alumni fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogjakarta

Y.B Sigit Hutomo
Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogjakarta

Abstraksi

Bertujuan untuk studi ini adalah untuk memeriksa dua variabel, nilai pasar dalam laba per saham, yang mempengaruhi panjang jangka waktu investasi yang memegang saham.berdasarkan teori hipotesis durasi berbasis dikembangkan dan diuji apakah perubahan nilai pasar dan laba per saham dapat mempengaruhi perubahan periode memegang saham.sebelumnya studi empiris menunjukkan bahwa adalah volatilitas saham, transaksi pantai dan indikator mendasar mempengaruhi jangka waktu memegang saham.

1. Pendahuluan

Dalam berinvestasi , waktu, periode memegang saham dapat menjadi keputusan strategi bagi para investor. Dasar pertimbangan investor untuk memegang saham, selain perbedaan harga jual dan harga beli saham adalah apakah indikator fundamental perusahaan akan mendorong perbaikan imbal hasil yang diharapkan. Hasil penelitian Natalia (2004), dengan memodifikasi sedikit variabel yang diteliti, menemukan bahwa perubahan market value berpengaruh positif terhadap perubahan holding period. Hal ini mengidentifikasikan bahwa ukuran market value maupun perubahan market value berpengaruh signifikan terhadap lama waktu investor bersedia memegang sahamnya.
Disisi lain kemampuan perusahaan dalam mengahsilakn laba per saham (LPS) merupakan salah satu indikator fundamental suatu perusahaan yang sering kali menjadi dasar dalam pengambilan keputusan investasi saham. LPS merupakan besarnya bagian laba untuk suatu periode untuk suatu lembar saham yang beredar dalam periode tersebut. LPS ini mencerminkan hak investor atas laba bersih untuk setiap lembar. Dalam teori yang mengungkapkan juga memungkinkan untuk memperhitungkan dimensi waktu dalam keputusan jual beli saham yang relatif baru dalam konteks erdagangan saham di Indonesia.

2. Tinjauan Literatur dan Pengembangan Hipotesis

Motivasi investor menginvestasikan modalnya ke dalam bentuk saham yang ada yang berorientasi jangka panjang dan pendek. Investor jangka panjang pada umumnya mengharapkan keuntungan dari pembagian deviden dan peningkatan nilai saham suatu perusahaan selama jangka waktu tertentu. Investor tersebut akan menanam saham yang dimilkinya dalam jangka waktu lama apabila kinerja keuangan perusahaan masih mampu memberikan imbal hasil (return) yang lebih baik dimasa mendatang. Sedangkan investor jangka pendek mengaharapkan keuntungan dari capital gain ( Darmadji, 2001 ). Bagi investor berorientasi jangka pendek, menentukan lamanya kepemikiran saham, merupakan hal yang sangat penting agar dapat memaksimalkan keuntungan yang didapat.
Salah satu faktor yang apat mempengaruhi keputusan investor untuk memperpanjang atau memperpendek lamanya pemikiran saham adalah market value. Nilai pasar adalah harga yang terjadi dipasar satt bursa pada saat tertentu ditentukan oleh pasar ( Hartono, 2003 ).

3. Metode Penelitian

Analisi data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah regresi linier berganda dengan variabel perubahan market dan perubahan LPS sebagai variabel independent.. model regresi yang digunakan adalah :

Y = a + β1X1 + β2X2 + e
Y = nilai Y prediksi (perubahan holding period)
X1 = variabel independent 1 (perubahan market value)
X2 = variabel independent 2 (perubahan laba per saham)

Analisis regresi digunakan untuk menguji hipotesis , yaitu menguji fenomena pengaruh perubahan nilai pasar dan perubahan LPS terhadap perubahan lama kepemilkian saham.

4. Kesimpulan

Perubahan market value dan perubahan laba per saham berpengaruh positif secara signifikan terhadap variabel perubahan holding period. Ini menunjukan bahwa investor dalam menetapkan lama memegang saham bersifat rasional, yaitu perhitungan kemungkinan memperoleh imbal hasil. Lama memperoleh imbal hasil yang lebih baik pula.
Namun dalam penelitian ini ada beberapa kelemahan antara lain, pertama tidak membedakan jenis pemegang saham apakah investor asing atau investor domestik. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya perlu mempertimbangkan karakteristik investornya lagi.

Pengaruh Kualitas Audit Terhadap Manajemen laba Perusahaan Perbankan

Pengaruh Kualitas Audit Terhadap Manajemen laba Perusahaan Perbankan

Afrida Putritama
Universitas Sebelas Maret Surakarta

Dr. Rahmawati, M.Si, Ak.
Universitas Sebelas Maret Surakarta

1. Pendahuluan

Penelitian ini menguji pengaruh kualitas audit terhadap manajemen laba pada industri perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada kurun waktu 2001-2006 dan merupakan studi empiris. Penelitian ini mengetahui perbedaan akrual diskresioner sebagai instrument manajemen laba di Kantor Akuntan Publik (KAP) besar dan KAP kecil. Penelitian ini merupakan penelitian pool sebab memfokuskan pada suatu peristiwa yaitu manajemen laba dalam rentang waktu 2001-2006 . Motivasi penelitian ini adalah adanya ketidakonsistenan hasil yang diperoleh dari penelitian – penelitian sebelumnya. Hasil penelitian Choi dan Paek (1998), santi Kristiningrum (2007), menemukan uji kualitas bahwa tidak ada hubungan signifikan antara kualitas Audit dan KAP.
Standard akuntansi yang di tetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengijinkan pihak manajemen untuk mengambil suatu kebijakan dalam mengaplikasikan metode akuntansi guna menyampaikan informasi mengenai kinerja perusahaan kepada pihak ekstern. Pemberian fleksibilatas bagi manajemen untuk memilih salah satu dari kebijakan akuntansi membuka peluang adanya perilaku dan kontrak efisien. Manajer dapat memilih kebijakan akuntansi yang dapat memaksimalkan expected utility atau nilai pasar perusahaan.
Saat ini Indonesia ada kecenderungan berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan publik disebabkan adanya kasus-kasus seperti kasus Bank Dunia tahun 1990. Golden Key, Kanindoteks, Bank Bapindo tahun 1994. Meskipun profesi akuntan publik dengan kliennya guna mencapai tujuan yang dapat menguntungkan pihak manajemen klien.
Dalam dunia audit terdapat tiga pihak kunci yaitu ; perusahaan audit (service provider), direksi perusahaan (pembeli) dan pemegang saham (penerima pelayanan). Pihak direksi perusahaan tidak memilki tanggung jawab langsung terhadap kesalahan kinerja audit, dan dalam lingkungan tertentu justru mendapatkan keuntungan ketika auditor gagal mendeteksi kesalahan direksi perusahaan.
Apabila lingkungan ekonomi dan lingkup institusional tidak mengharuskan pelayanan audit berkualitas tinggi, mungkin auditor tidak akan membatasi perilaku opurtunistik pihak manajemen. Justru auditor yang akan berperilaku oppurtunitis untuk mendapkan banyak klien.

2. Tinjauan Literatur

Kualitas audit telah diproksikan dengan banyak variabel ; audit fee, auditor hours, tingkat litigasi.
KAP Big six memasang tarif yang lebih tinggi, menghabiskan lebih banyak waktu pada pekerjaan audit dan mengalami permasalahan hukum yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan KAP non big six , yang mengindenkasikan bahwa KAP big six menyediakan audit lebih banyak berkualitas dibandingkan Non Big six ( DeAngelo, 1981).
De Angelo menemukan adanya hubungan antara kualitas audit dan ukuran KAP. Auditor big 6 menganggap akan menyediakan kualitas audit yang lebih tinggi dibandingkan dengan non big 6 setiap big 6 banyak berinfestasi kepada reputasi pengalaman dan termotivasi untuk mempertahankan return dari investasinya tersebut.

3. Metode Penelitain

Data dan pemilihan sampel
Data yang digunakan adalah data sekunder berupa laoran keuangan perbankan tahunan yang ditentukan perusahaan yang diperoleh dari laporan keuangan auditan dan Indonesia Capital market.

4. Analisis Data

Statistik Deskripstif
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari publikasi keuangan audit yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Berdasarkan kriteria pengambilan sampel yang telah dipaparkan sebelumya.

Pengujian Asumsi Klasik
Uji Normalitas Data
Uji normalitas data dalam penelitian ini menggunakan one sample Kolmogorof Smimof dengan menggunakan kriteria pengujian satu arah. Kriteria yang harus dipenuhi untuk memenuhi asumsi ini adalah jika signifikansi hitung lebih besar dari 0,05 maka data yang dinyatakan berdistribusi normal.

Uji Multikeonaliritas
Jika terdapat hubungan linier antar variabel independent yang dilibatkan dalam model gejala multikeonaliritas dapat diuji dengan model analisis menggunakan Variance Inflating.

5. Penutup

Simpulan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh kualitas audit terhadap manajemen laba, tidak dapat diterima karena berdasarkan hasil pengolahan data variabel KA tidak memilki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba secara individual.
Penelitian Santi Kristiningrum (2007) menemukan bahwa kualitas audit berpengaruh secara bersama-sama terhadap manajemen laba namun secara parsial tidak berpengaruh.
Penelitian ini memilki keterbatasan sebagai berikut :
1. penelitian ini tidak menganalisis pengaruh motivasi manajemen laba yang lain.
2. sampel yang digunakan hanya industri perbankan yang telah daftar di Bursa Efek Jakarta saja.
Berikut ini beberapa saran untuk penelitian berikutnya :
1. Menganalisis pengaruh manajemen laba yang lain.
2. tidak hanya menggunakan sampel perbankan saja yang telah terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
3. Memasukan variabel kinerja ke dalam saham model.

Selasa, 23 Februari 2010

Produk Cina yang Masuk ke Indonesia

Nama : Rizzky Yanuar Setiyawan

NPM : 20207971

Kelas : 3 EB 06

Tugas : Bahasa Indonesia

Produk Cina yang Masuk ke Indonesia


Sejak diberlakukannya kesepakatan perdagangan bebas atau free trade Asean – Cina. Membuat Cina lebih mudah memasukan barang ke Indonesia karena sudah tidak lagi dikenakan bea masuk. Banyak sekali Cina memproduksi barang yang dipasarkan di Indonesia dengan harga yang murah. Ini membuat pedagang dan konsumen menjadi senang, selain lebih banyak pilihan, harga yang ditawarkanpun tidak terlalu mahal. Cina pun berfikir, perekonomian Indonesia yang terpuruk dan membuat peluang besar untuk menjual barangnya di Indonesia.

Tetapi ini tidak berlaku untuk para pengusaha kecil dan menengah. Karena ancaman gulung tikar sudah didepan mata. Konsumen pasti akan lebih memilih produk yang lebih murah, jika barang yang ditawarkan sama. Para pedagangpun akan lebih senang menjual produk tersebut, karena keuntungan yang diambil dapat lebih besar. Ancaman untuk para karyawan di pabrik-pabrik untuk di PHK juga besar, karena jika produk lokal kurang diminati, maka pengurangan pegawaipun akan dilakukan oleh para pemilik perusahaan.

Banyak sekali produk yang di produksi oleh Cina,misalnya mainan anak-anak, peralatan rumah tangga, pakaian, batik, alat elektronik sampai handphone, semua sudah masuk ke Indonesia.

Jika kita lihat dengan kondisi ekonomi di Indonesia sekarang ini, begitu banyak masyarakat yang penghasilannya kecil, sehingga mereka lebih memilih membeli barang Cina, yang penting mereka memilikinya, walaupun pada kenyataannya kualitas barangnya tidak bagus dan kemungkinan besar tidak akan bertahan lama.

Pada dasarnya produk lokal lebih bisa terjamin kulaitasnya dibandingkan dengan produk Cina. Misalnya saja mainan anak-anak, memang harganya murah, tetapi belum tentu baik untuk kesehatan anak-anak, kapas yang ada didalam boneka bukan kapas yang memilki kualitas tinggi, sehingga dapat merusak pernafasan pada anak. Kemudian motor Cina yang dahulu sempat beredar dipasaran, saat ini sudah sangat berkurang karena para konsumen sudah mulai teliti untuk membeli barang. Begitu pula untuk kulaitas elektronik,harga yang mereka tawarkan memang jauh lebih murah dibandingkan merk lokal, tetapi jika sudah rusak akan sulit dibetulkan dan tidak akan bertahan lama. Tidak kalah produk Cina yang lebih unggul dari produk lokal adalah Handphone, banyak sekali telephon genggam dengan merka lain yang modelnya sama dengan merk yang sudah cukup terkenal, bahkan vitur yang mereka berikan mirip dan mereka jual dengan harga 2x lipat lebih murah dibanding merk terkenal tersebut.

Di Indonesia ingin merencanakan Standard Nasional Industri ( SNI ), sehingga barang-barang dan produk yang masuk ke Indonesia semuanya sesuai dengan kualitas yang di tetapkan, tidak hanya asal masuk dengan harga murah. Dengan diberlakukannya ini diharapkan dapat meningkatkan kembali produk lokal, produk yang asli buatan Indonesia. Jika perlu satu barang memilki lima atau lebih kualitasnya. Sehingga jika dilihat dari produk yang sama tetapi kualitas jauh lebih baik produk lokal, maka konsumen akan memilih produk lokal. Tetapi jika produk yang ditawarkan sama dan harga yang ditawarkan lebih murah dari Cina, tidak menutup kemungkinan juga jika Cina lebih unggul perdagangannya.