Selasa, 05 Oktober 2010

Etika Profesi Akuntansi

Nama : Rizzky Yanuar Setiyawan
NPM : 20207971
Mata Kuliah : Etika Profesi Akuntansi


 Kode Etik Ikatan Akuntansi Indonesia ( IAI )

Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat harus memiliki kode etik yang merupakan seperangkat prinsip-prinsip moral danmengatur tentang perilaku profesional. Alasan yang mendasari diperlukannya perilaku profesional yang tinggi pada setiap profesi adalah kebutuhan akan kepercayaan terhadap kualitas jasa yang diberikan profesi terlepas dari yang dilakukan secara perorangan. Kepercayaan masyarakat terhadap kualitas jasa profesional akan meningkat, jika profesi mewujudkan standar yang tinggi dan memenuhi semua kebutuhan.

 PRINSIP-PRINSIP ETIKA

Tanggungjawab
Mewujudkan kepekaan profesional dan pertimbangan moral dalam semua
aktivitas.

Kepentingan Masyarakat
∗ Menghargai kepercayaan masyarakat
∗ Menunjukkan komititmen pada profesionalisme

Integritas
Melaksanakan semua tanggungjawab profesional denngan rasa integritas
yang tinggi.


Obyektivitas & Independensi
Mempertahankan obyektivitas dan terlepas dari konflik kepentingan dalam
melakukan tanggungjawab profesional. – independen dalam kenyataan dan
penampilan pada waktu melaksanakan aktivitas jasanya.

Lingkup & Sifat Jasa
Mematuhi kode etik perilaku profesional untuk menentukan lingkup dan
sifat jasa yang akan diberikan.

 PERKEMBANGAN KODE ETIK AKUNTAN INDONESIA
Draft kode etik akuntan Indonesia sudah disusun jauh sebelum kongres IAI yang pertama, namun baru disahkan untuk pertama kalinya pada kongres IAI yang kedua dalam bulan januari 1972 dan mengalami beberapa perubahan dan penyesuaian dalam setiap kongres.
Rumusan kode etik saat ini sebagian besar merupakan rumusan kode etik yang dihasilkan dalam kongres ke-6 IAI dan ditambah dengan masukanmasukan
yang diperoleh dari seminar sehari.
Pemutakhiran kode etik akuntan Indonesia tanggal 15 juni 1994 di hotel Daichi Jakarta serta hasil pembahasan sidang komisi kode etik dalam kongres ke-7 IAI di Bandung. Saat ini kode etik akuntan Indodesia terdiri atas :
1. kode etik akuntan Indonesiayang disahkan dalam kongres VI IAI di Jakarta yang terdiri atas 8 bab dan 11 pasal ditambah dengan
2. pernyataan etika profesi no. 1 sampai dengan 6 yang disahkan dalam kongres IAI ke-7 di Bandung tahun 1994.
Dalam kongres, diskusi yang berkepanjangan selalu terjadi dalam sidang
komisi kode etik, ini menandakan bahwa bukanlah suatu hal yang mudah untuk
menyatukan pendapat jika hal tersebut berkaitan dengan kode etik.



 PENEGAKAN KODE ETIK DAN HAMBATAN
Ada dua alasan mengapa orang bertindak tidak etis, yang pertama adalah standar etika seseorang berbeda dari masyarakat umum, dan alasan yang kedua
seseorang memilih bertindak semaunya. Baik alasan yang pertama maupun alasan yang kedua tetap saja bahwa tindakan seseorang tersebut tidak etis dan perlu adanya penanganan atas tindakan tidak etis tersebut. Tetapi jika pelanggaran serupa banyak dilakukan oleh anggota masyarakat atau anggota profesi perlu dipertanyakan apakah aturan-aturan yang berlaku masih perlu tetap
dipertahankan atau dipertimbangkan untuk dikembangkan dan disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan lingkungan.
Secara umum kode etik berlaku untuk profesi akuntan secara keselurahan
kalau melihat kode etik akuntan Indonesia isinya sebagian besar menyangkut profesi akuntan publik. Padahal IAI mempunyai kompartemen akuntan pendidik, kompartemen akuntan manajemen disamping kompartemen akuntan publik. Perlu dipikir kode etik yang menyangkut akuntan manajemen, akuntan pendidik, akuntan negara (BPKP, BPK, pajak).
Kasus yang sering terjadi dan menjadi berita biasannya yang menyangkut
akuntan publik. Kasus tersebut bagi masyarakat sering diangap sebagai pelanggaran kode etik, padahal seringkali kasus tersebut sebenarnya merupakan pelanggaran standar audit atau pelanggaran terhadap SAK.
Terlepas dari hal tersebut diatas untuk dapat melakukan penegakan terhadap kode etik ada beberapa hal yang harus dilakukan dan sepertinya masih sejalan dengan salah satu kebijakan umum pengurus IAI periode 1990 s/d 1994 yaitu :
1. Penyempurnaan kode etik yang ada penerbitan interprestasi atas kode etik yang ada baik sebagai tanggapan atas kasus pengaduan maupun keluhan dari rekan akuntan atau masyarakat umum. Hal ini sudah dilakukan mulai dari seminar pemutakhiran kode etik IAI, hotel Daichi 15 juni 1994 di Jakarta dan kongres ke-7 di Bandung dan masih terus dan sedang dilakukan oleh pengurus komite kode etik saat ini.
2. Proses peradilan baik oleh badan pengawas profesi maupun dewan pertimbangan profesi dan tindak lanjutnya (peringatan tertulis, pemberhentian sementara dan pemberhentian sebagai anggota IAI).
3. Harus ada suatu bagian dalam IAI yang mengambil inisiatif untuk mengajukan pengaduan baik kepada badan pengawasan profesi atas pelanggaran kode etik meskipun tidak ada pengaduan dari pihak lain tetapi menjadi perhatian dari masyarakat luas.

 Hambatan Penegakan Kode Etik
Beberapa hambatan dalam penegakan kode etik antara lain :
Sikap anggota profesi yang mendua, pada satu sisi menolak setiap pelanggaran terhadap kode etik tetapi pada sisi lain memberikan pembenaran atas pelanggaran tersebut. Adanya sifat sungkan dari sesama anggota profesi untuk saling mengadukan pelanggaran kode etik. Belum jelasnya aturan tentang mekanisme pemberian sanksi dan proses peradilan atas kasus-kasus pelanggaran baik dalam anggaran dasar maupun dalam anggaran rumah tangga.
Belum dapat berfungsinya secara efektif BPP dan DPP sebagai akibat dari belum jelasnya pengaturan dalam AD / ART.

 PROSEDUR PENGADUAN TERHADAP PELANGGARAN KODE ETIK
Pelanggaran terhadap kode etik dapat dimungkinkan oleh siapa saja baik terdapat unsur kesengajaan maupun tidak. Pelanggaran dengan tanpa unsur kesengajaan biasa dilakukan terhadap aturan-aturan yang bersifat Grey Area. Terlepas dari adanya unsur kesengajaan maupun tidak, prosedur yang seharusnya dilakukan untuk melakukan pengaduan adalah sebagai berikut :
Setiap pengaduan tentang pelanggaran kode etik akuntan Indonesia baik pengaduan tersebut dilakukan oleh anggota IAI maupun bukan anggota IAI atau masyarakat umum dialamatkan kepada dewan pertimbangan profesi ikatan akuntan indonesia.
Setiap pengaduan yang masuk kepada pengurus pusat, pengurus cabang, pengurus kompartemen, atau unit-unit organisasi yang berada dibawah pengurus pusat harus diteruskan kepada dewan pertimbangan pertimbangan profesi.
Dewan pertimbangan profesi akan menentukan badan pengawas pada kompartemen mana yang akan menangani kasus pengaduan tersebut pada tingkat pertama.
Komite kode etik berfungsi untuk memberikan pendapat atau masukkan tentang kasus pengaduan yang masuk sedangkan sanksi / usulan sanksi pada tahap pertama dilakukan oleh badan pengawas profesi di kompartemen.
Sampai saat ini sesungguhnya AD / ART belum mengatur secara tegas tentang pemberian sanksi. Jika seorang anggota ternyata terbukti melakukan pelanggaran, tidak saja pelanggaran terhadap kode etik tetapi juga pelanggaran terhadap standar profesi lainnya, siapa yang berwenang memberikan sanksi, pengurus pusat, badan pengawas profesi di kompartemen atau dewan pertimbangan profesi ? jika sanksi tersebut sangat berat dan menyangkut ijin praktek bagaimana kaitannya dengan instansi pemerintah yang memiliki otoritas atas pemberian ijin praktek dan bagaimana pula kaitannya dengan panitia banding yang sewaktu-waktu dapat dibentuk oleh dewan penasehat ? Hal ini mungkin merupakan salah satu penyebab mengapa KLB saat ini perlu dilakukan.

 Sanksi Terhadap Pelanggaran Kode Etik
Pasal 11 AD Iai menyatakan bahwa setiap anggota dapat dikenai sanksi peringatan tertulis, pembertian sementara atau pemberhentian. Pengenaan sanksi dilakukan dengan memperhatikan berat ringannya kesalahan anggota dan tidak harus diterapkan secara berurutan.
Dikaitkan dengan pasal 12 huruf C ialah bahwa seorang anggota dapat berakhir keanggotaannya apabila anggota yang bersangkutan diberhentikan oleh dewan pertimbangan profesi karena pelanggaran kode etik.
Dari dua pasal tersebut diatas dapat disimpulkan jika seorang anggota melanggar kode etik dengan suatu tingkat kesalahan yang berat maka ia akan terkena sanksi diberhentikan oleh dewan pertimbanngan profesi. Yang patut dipertanyakan adalah siapa yang berhak menjatuhkan sanksi jika anggota tersebut melanggar standar profesi (misal standar audit, bukan kode etik) dan bagaimana kreteria tingkatan kesalahan tersebut. Baik anggaran dasar maupun anggaran rumah tangga belum mengatur jelas tentang hal tersebut.

 Sanksi-Sanksi
Dalam dua tahun terakhir tidak banyak kasus pengaduan tentang pelanggaran kode etik yang disampaikan kepada komite kode etik maupun yang ditangani oleh dewan pertimbanngan profesi, bahkan belum ada satupun anggota yang mendapatkan sanksi atas pelanggaran kode etik. Beberapa kemungkinan atas kondisi tersebut adalah :
a. Semakin meningkatnya kesadaran dan kepedulian anggota IAI terhadap kode etik. Hal ini terbukti dengan banyaknya pertanyaan yang masuk kepada komite baik melalui surat maupun per telepon meminta kejelasan tentang pernyataan etika profesi. Pertanyaan yang masuk terutama menanyakan tentang pernyataan etika profesi nomor 4 “Iklan bagi kantor akuntan publik”. Hal ini berkaitan penjabaran lebih lanjut atas pernyataan etika profesi no. 4 tersebut dan draft interprestasinya yang baru-baru ini dipublikasikan oleh komite 2.
b. Semakin longgarnya aturan, semakin longgarnya ketentuan / aturan dalam pernyataan etika profesi, sehingga pelanggaran etika profesi saat ini bukan lagi merupakan pelanggaran.
Misalnya :
∗ Pemberitahuan pindah alamat, perubahan / penambahan telepon / fax dan telex dalam surat kabar, mingguan atau majalah.
∗ Memberikan ucapan selamat (dalam surat kabar, majalah) atas dibukanya, atau perpindahan alamat kantor, akuntan publik lain.
∗ Menerima dan memberikan ucapan selamat dalam surat kabar atau majalah secara langsung dalam bentuk karangan bunga atau cinderamata atas pembukaan kantor, kantor cabang, perpindahan alamat baik dari sesama kantor akuntan maupun dari dan kepada klien atau kolega lainnya dalam hal memperoleh suatu keberhasilan dan prestasi tertentu.
∗ Dalam hal pemberian karangan bunga / cinderamata bukan saja terbatas pada ucapan turut bersuka cita tetapi termasuk didalamnya ucapan ikut berduka cita baik ditujukan untuk perorangan, kelompok, badan, yayasan atau organisasi.
c. Tidak jelasnya aturan dalam AD / ART. Alasan ketiga tentang belum adanya sanksi yang dijatuhkan atas pelanggaran kode etik adalah belum jelasnya aturan AD / ART tentang pemberian sanksi, serta belum sinkronnya tata kerja antara badan pengawasan profesi di kompartemen dan dewan pertimbangan profesi. Hal ini menyebabkan pihak-pihak yang terkait menjadi berusaha menahan diri baik untuk mengatasi kasus yang masuk, terlebih lagi untuk memberikan dan menjatuhkan sanksi.
Misalnya suatu kasus pengaduan baik pelanggaran terhadap kode etik maupun terhadap standar yang ditangani oleh badan pengawas profesi di kompartemen dan ternyata akuntan yang bersangkutan terbukti bersalah. Sanksi apa yang dapat dijatuhkan oleh BPP. Apakah BPP berhak menjatuhkan sanksi “memberhentikan akuntan yang bersangkutan sebagai anggota IAI”. Baik AD maupun ART tidak memberikan kewenangan atas hal tersebut, BPP berada dan bertanggungjawab terhadap rapat anggota kompartemen, tidak bertanggungjawab terhadap kongres. Dengan demikian hak paling tinggi dari BPP adalah memberhentikan anggota tersebut sebagai anggota kompartemen tidak sebagai anggota IAI.
Terlepas dari masalah tersebut, yang pasti bahwa jika seorang akuntan publik terkena sanksi pemberhentian sebagai anggota IAI maka menurut SK menteri keuanganno. 763 tahun 1986 anggota tersebut tidak memenuhi syarat untuk memiliki izin praktek. Karena menurut surat keputusan tersebut (pasal 4 huruf h) salah satu syarat untuk memperoleh izin praktek sebagai akuntan publlik adalah akuntan yang bersangkutan harus berstatus anggota ikatan akuntan Indonesia.
Dengan demikian sangat dimungkinkan keputusan sanksi pemberhentian sebagai anggota profesi akan menyebabkan dicabutnya izin praktek akuntan yang bersangkutan oleh instansi pemegang otoritas dan untuk seterusnya akuntan yang bersangkutan tidak dapat lagi berpraktek sebagai akuntan publik. Yang perlu dipikirkan adalah :
∗ Apakah sanksi tersebut cukup manusiawi, karena dapat “ menutup jalan hidup si akutan publik”.
∗ Apakah tidak lebih baik jika akuntan publik yang diangap bersalah dibawa ke pengadilan dan jika terbukti bersalah, dijatuhkan sanksi untuk membayar ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. Walaupun harus membayar ganti rugi, namun akuntan publik tersebut tetap dapat menjalankan praktek sebagai akuntan publik.

 PENGATURAN IKLAN DALAM KODE ETIK
Pengaturan iklan dalam kode etik paling banyak mendapatkan sorotan dan perhatian dari anggota profesi terutama mereka yang berpraktek sebagai akuntan publik. Diskusi yang berkepanjangan atas aturan ini sudah berlangsung sejak kongres ke-6 IAI tahun 1990, bahkan mungkin jauh sebelumnya. Sebagian
anggota menganggap bahwa iklan bagi kantor akuntan publik sebaiknya diperbolehkan seperti halnya dalam kode etik AICPA. Dalam kongres IAI ke-7 di Bandung masalah ini sudah menjadi perdebatan yang sengit. Sidang komisi kode etik itu memakan waktu hampir 9 jam dimulai sejak jam 17.00 sampai dengan jam 02.00 dini hari keesokan harinya dan sebagian besar waktu sidang digunakan untuk membahas pengaturan iklan.
Dalam kode etik Ikatan Akuntan Indonesia, akuntan publik dilarang untuk mengiklankan diri kecuali yang bersifat pemberitahuan atau membiarkan orang lain mengiklankan dirinya karena diangap dapat menyesatkan dan menipu masyarakat. Sementara dalam kode etik AICPA iklan diijinkan sepanjang tidak menyajikan hal yang palsu, menyesatkan dan memperdaya masyarakat. Akan tetapi iklan yang diangap melampai batas dan bersifat mengodatetap dilarang. Para peserta sidang komisi kode etik dalam kongres IAI ke-7 di Bandung mengangap lebih mudah melakukan pengendalian atas hal-hal yang diperbolehkan yang bersifat pemberitahuan, dibanding dengan memberikan kebebasan kepada akuntan publik untuk beriklan dan memberikan batasan atas
hal-hal yang dilarang. Peserta sidang komisi berangapan bahwa untuk mengantisipasi perkembangan, adalah tugas komite kode etik untuk secara terus
menerus mengembangkan dan memperluas hal-hal yang diperbolehkan untuk diiklankan.
Berkaitan dengan era globalisasi dan untuk mengantisipasi atas pemberian ijin oleh pemerintah bagi akuntan asing untuk berpraktek di Indonesia mungkin sudah saatnya untuk dipertanyakan apakah pengaturan iklan dalam kode etik masih perlu tetap dipertahankan atau dipertimbangkan untuk dikembangkan dan disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan lingkungan. Jika hal ini tidak dilakukan akan menimbulkan masalah baru, aturan kode etik mana yang harus dipenuhi oleh akuntan publik yang berpraktek di Indonesia, kode etik akuntan Indonesia atau kode etik yang berlaku dinegaranya.


sumber : www.google.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar